Jakarta, VIVA - Insiden jatuhnya pendaki asal Brasil Juliana Marins (27), di Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat (NTB) jadi sorotan DPR. Peristiwa itu dinilai jadi evaluasi faktor pengawasan terhadap wisata ekstrem di Tanah Air.
Demikian disampaikan Anggota Komisi VII DPR RI Yoyok Riyo Sudibyo. Menurut dia, evaluasi itu untuk memastikan pariwisata Indonesia tidak terdampak parah akibat insiden tersebut.
“Tentunya kita menyampaikan keprihatinan mendalam atas insiden jatuhnya turis asal Brasil, Juliana Marins di Gunung Rinjani. Semoga kecelakaan ini menjadi yang terakhir,” kata Yoyok, Senin, 30 Juni 2025.
Dia menuturkan meski terkesan agak lambat, kerja keras Tim SAR harus diapresiasi. Sebab, tim SAR berhasil mengevakuasi jenazah Juliana di jurang dengan kedalaman 600 meter.
"Saya meyakini tim SAR sudah bekerja sebaik-baiknya dalam upaya penyelamatan korban, tapi saat berada di atas ketinggian gunung, kita tidak bisa main-main dengan kondisi alam dan cuaca,” jelas Yoyok.
Pun, Yoyok memahami kekecewaan netizen Brasil terhadap Indonesia yang dinilai lamban dalam melakukan upaya penyelamatan Juliana. Netizen Brasil memprotes alasan Tim SAR sempat menghentikan upaya pertolongan terhadap Juliana padahal Juliana masih terpantau bergerak melalui drone yang diterbangkan pendaki lain.
Anggota Komisi VII DPR RI Yoyok Riyo Sudibyo.
Namun, dari hasil autopsi mengungkap Juliana meninggal dunia hanya dalam waktu 20 menit usai terjatuh karena luka serius yang dideritanya.
“Kalau kita lihat dari data ini, kecil kemungkinan operasi penyelamatan bisa dilakukan dalam waktu kurang dari 20 menit. Meskipun kita berharap upaya evakuasi bisa lebih maksimal lagi dilakukan,” sebut Yoyok.
Lebih lanjut, Yoyok bilang kejadian itu harus jadi peringatan semua pihak agar ada peningkatan pengawasan dan pengamanan, khususnya bagi wisata ekstrem seperti Gunung Rinjani.
Apalagi, ia menambahkan insiden pendaki jatuh di Gunung Rinjani kembali terjadi hanya berselang beberapa hari setelah kejadian Juliana. Seorang pendaki asal Malaysia jatuh di jalur menuju Danau Segara Anak Rinjani, Jumat siang (27/6).
Pendaki Malaysia berinisial NAH itu terpeleset di jalur menuju Danau Segara Anak Rinjani. NAH langsung dievakuasi kemudian dilarikan ke Puskemas Senaru. Kondisinya kini dalam keadaan baik-baik saja.
"SOP bagi wisata ekstrem perlu dievaluasi betul-betul. Pengawasan harus ditingkatkan. Harus ada pemandu atau guide tour yang dinamakan porter. Pendamping tidak boleh meninggalkan siapapun sendirian," ujar Yoyok.
"Pendaki juga harus mentaati segala peraturan sebelum naik gunung, yang ditentukan di basecamp masing-masing pengelola. Biasanya peraturannya di tuliskan oleh pengelola yang dipasang di basecamp," lanjutnya.
Kemudian, Yoyok mengingatkan agar pemandu atau pengelola kawasan wisata ekstrem untuk memiliki rencana yang jelas untuk menangani situasi darurat. Apalagi, kejadian di Gunung Rinjani ini bukanlah pertama kali.
"Lokasi jatuhnya Juliana bukanlah titik baru bagi kecelakaan. Kawasan yang sama juga telah mencatat beberapa insiden," tuturnya.
"Seharusnya pengelola mampu menangani situasi darurat, termasuk tertib mengenai kawasan alam dengan risiko medan dan cuaca," tutur Yoyok.
Seperti diketahui, netizen Brasil menyalahkan pemerintah Indonesia atas kematian Juliana Marina, pendaki yang terjatuh ke jurang sedalam ratusan meter di Gunung Rinjani. Musababnya, perempuan berusia 27 tahun itu tak kunjung dievakuasi hingga akhirnya meninggal dunia.
Kejadian ini tidak hanya menjadi sorotan dunia pendakian, tetapi juga memunculkan ketegangan di dunia maya, terutama setelah video drone yang menunjukkan Juliana masih hidup pasca-jatuh menjadi viral. Kondisi itu memicu kemarahan netizen Basil atas lambatnya penyelamatan selama dua hari.
Halaman Selanjutnya
Namun, dari hasil autopsi mengungkap Juliana meninggal dunia hanya dalam waktu 20 menit usai terjatuh karena luka serius yang dideritanya.