Peredaran Rokok Polos Gerus Penerimaan Negara, Begini Sikap Komisi XI DPR

2 days ago 7

Rabu, 16 April 2025 - 18:56 WIB

Jakarta, VIVA – Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani, mengungkapkan hasil pengawasan terhadap peredaran rokok ilegal selama ini, dimana rokok polos dilaporkan mendominasi rokok tanpa pita cukai.

Saat mendampingi kunker Komisi XI DPR RI di Kudus, Jawa Tengah, Askolani mengungkapkan bahwa data Kemenkeu menyebut adanya dugaan pelanggaran rokok ilegal sepanjang tahun 2024, dimana rokok polos (tanpa pita cukai) telah menempati posisi teratas sebesar 95,44 persen.

Hal itu disusul rokok palsu sebesar 1,95 persen, salah peruntukan (saltuk) 1,13 persen, bekas 0,51 persen, dan salah personalisasi (salson) 0,37 persen. Sehingga potensi kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 97,81 triliun. 

Menyikapi maraknya rokok ilegal tersebut, Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menekankan pentingnya pemberantasan rokok ilegal di Indonesia, karena dapat merusak penerimaan negara dari cukai.

"Rokok ilegal merupakan tantangan serius yang harus segera diatasi oleh Bea Cukai. Rokok ilegal jelas merusak penerimaan negara. Kita perlu mempelajari secara mendalam penyebabnya," kata Misbakhun dikutip dalam keterangannya, Rabu, 16 April 2025.

Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun

Photo :

  • VIVA.co.id/Anisa Aulia

Menurutnya, rokok ilegal muncul karena tingginya tarif cukai dan aturan harga jual eceran (HJE), yang menekan kelas rokok tertentu sehingga mendorong praktik ilegal. Sehingga, persoalan rokok ilegal tidak bisa dianggap sepele, karena banyak pelaku yang tidak bertanggung jawab memanipulasi klasifikasi produk.

"Bahkan ada yang menjual rokok polos tanpa pita cukai. Ini tidak bisa dibiarkan. Kita harus pikirkan strategi keluar (exit strategy) yang tepat," ujarnya.

Dia mengatakan, tarif cukai yang terus meningkat dan aturan HJE yang sangat ketat, justru mendorong pelaku industri kecil melakukan praktik-praktik ilegal. Yakni mulai dari penggunaan pita cukai palsu, pengklasifikasian produk yang tidak sesuai, hingga produksi rokok polos.

Misbakhun menegaskan, fenomena ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, dan tidak boleh mengabaikan akar masalahnya. Karena cukai adalah tulang punggung penerimaan negara dengan kontribusi lebih dari Rp 200 triliun tiap tahunnya. 

"Maka, pengawasan dan kebijakan yang adil sangat diperlukan agar sektor ini tetap sehat dan berkelanjutan," kata Misbakhun.

Di sisi lain Dia juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas Pemerintah, pelaku industri, dan seluruh pemangku kepentingan, yang harus duduk bersama guna mencari solusi. Sebab para pelaku rokok ilegal perlu dibina agar tertib, karena bagaimanapun juga mereka turut menyerap tenaga kerja dan menyediakan alat produksi tembakau.

"Jika tidak disertai dengan kebijakan yang adil, maka industri kecil akan semakin terdesak dan berpotensi masuk dalam kategori ilegal. Ini tentu tidak kita harapkan," ujarnya.

Halaman Selanjutnya

"Bahkan ada yang menjual rokok polos tanpa pita cukai. Ini tidak bisa dibiarkan. Kita harus pikirkan strategi keluar (exit strategy) yang tepat," ujarnya.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |