Jakarta, VIVA – Usulan untuk menjadikan para mitra pengemudi ojek online, taksi online, dan kurir digital sebagai karyawan tetap mulai ramai dibicarakan. Namun, kebijakan ini dinilai bisa menimbulkan dampak besar terhadap ekonomi Indonesia, terutama bagi pelaku usaha kecil dan sektor digital.
Reklasifikasi atau perubahan status mitra ojol menjadi karyawan artinya para pengemudi yang selama ini bekerja secara fleksibel akan memiliki status formal seperti pegawai tetap.
Mereka akan menerima gaji, tunjangan, dan hak kerja lainnya seperti pegawai perusahaan pada umumnya. Namun, hal ini juga membuat perusahaan harus membatasi jumlah tenaga kerja karena biaya operasional meningkat.
Direktur Eksekutif Asosiasi Mobilitas dan Pengantaran Digital Indonesia (Modantara), Agung Yudha, menjelaskan bahwa kebijakan ini bisa membuat jutaan mitra kehilangan pekerjaan.
“Diperkirakan hanya 10–30% mitra yang bisa diserap sebagai karyawan. Sisanya, sekitar 70–90%, berisiko kehilangan sumber penghasilan,” ujarnya, dikutip Selasa 22 April 2025.
Dampaknya bukan hanya pada para pengemudi, tapi juga ke banyak sektor lain. UMKM seperti restoran, warung makan, dan toko daring sangat bergantung pada layanan pengantaran cepat. Jika jumlah pengemudi berkurang, layanan terganggu, harga naik, dan konsumen berkurang. “Ini bisa menurunkan penjualan UMKM secara signifikan,” kata Agung.
Ilustrasi driver ojek online (ojol)
Photo :
- VIVA.co.id/Andrew Tito
Data dari Svara Institute menyebut perubahan ini dapat menurunkan kontribusi ekonomi digital terhadap PDB hingga 5,5%, dan membuat 1,4 juta orang kehilangan pekerjaan. Negara lain yang pernah menerapkan kebijakan serupa, seperti Spanyol dan Amerika Serikat, juga mengalami penurunan layanan dan pemutusan kerja sama dengan para mitra.
Studi CSIS dan Tenggara Strategics mencatat sektor mobilitas dan pengantaran digital menyumbang Rp127 triliun ke ekonomi Indonesia pada 2019. Jika layanan ini terganggu, dampaknya bisa mencapai Rp178 triliun akibat efek berantai ke berbagai sektor ekonomi lainnya.
“Perlu ada pertimbangan matang agar kebijakan tidak justru memperburuk keadaan. Jangan sampai niat melindungi malah menciptakan masalah baru,” tuturnya.
Halaman Selanjutnya
Data dari Svara Institute menyebut perubahan ini dapat menurunkan kontribusi ekonomi digital terhadap PDB hingga 5,5%, dan membuat 1,4 juta orang kehilangan pekerjaan. Negara lain yang pernah menerapkan kebijakan serupa, seperti Spanyol dan Amerika Serikat, juga mengalami penurunan layanan dan pemutusan kerja sama dengan para mitra.