Profil Marsinah, Aktivis Buruh yang Diwacanakan Prabowo Dapat Gelar Pahlawan Nasional

3 hours ago 1

Kamis, 1 Mei 2025 - 12:32 WIB

Jakata, VIVA – Hari Buruh Internasional yang diperingati setiap 1 Mei menjadi momen refleksi atas perjuangan para pekerja dalam meraih hak dan keadilan. Salah satu sosok yang tak terlupakan dalam sejarah pergerakan buruh Indonesia adalah Marsinah.

Marsinah merupakan aktivis buruh yang dibunuh secara keji pada era Orde Baru. Kisah hidup dan perjuangannya menjadi simbol perlawanan terhadap penindasan dan ketidakadilan yang dialami kaum pekerja.

Awal Kehidupan dan Karier

Aksi Kamisan Kenang Marsinah

Photo :

  • ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar

Marsinah lahir pada 10 April 1969 di Desa Nglundo, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Ia merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Setelah ibunya meninggal saat ia berusia tiga tahun, Marsinah diasuh oleh neneknya, Puirah, dan bibinya, Sini.

Kehidupan ekonomi keluarga yang sederhana membuat Marsinah terbiasa membantu mencari nafkah sejak kecil, termasuk berjualan makanan ringan untuk membantu penghasilan keluarga.​

Setelah menyelesaikan pendidikan di SMA Muhammadiyah, Marsinah merantau ke Surabaya untuk mencari pekerjaan. Pada tahun 1989, ia bekerja di pabrik sepatu Bata di Surabaya, kemudian pada tahun 1990 pindah ke PT Catur Putra Surya (CPS), sebuah pabrik arloji di Porong, Sidoarjo.

Di tempat kerja barunya, Marsinah dikenal sebagai pekerja yang cerdas, vokal, dan peduli terhadap kondisi rekan-rekannya.

Perjuangan dan Aksi Mogok Kerja

Pada awal tahun 1993, Gubernur Jawa Timur mengeluarkan Surat Edaran No. 50/Th. 1992 yang mengimbau pengusaha untuk menaikkan upah pekerja sebesar 20%. Namun, PT CPS enggan menerapkan kebijakan tersebut.

Marsinah bersama rekan-rekannya kemudian mengorganisir aksi mogok kerja pada 3 dan 4 Mei 1993, menuntut kenaikan upah dari Rp1.700 menjadi Rp2.250 per hari serta pembubaran unit lokal Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) yang dianggap tidak mewakili kepentingan buruh.​

Aksi tersebut mendapat tekanan dari aparat militer. Pada 5 Mei 1993, 13 buruh yang dianggap sebagai penghasut aksi dipanggil ke Komando Rayon Militer (Koramil) setempat dan dipaksa mengundurkan diri dari perusahaan.

Marsinah, yang tidak termasuk dalam kelompok tersebut, memutuskan untuk mendatangi Kodim Sidoarjo guna menanyakan nasib rekan-rekannya. Sejak saat itu, ia menghilang.

Penculikan dan Pembunuhan

Aksi Kamisan Kenang Marsinah

Photo :

  • ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar

Pada 8 Mei 1993, jasad Marsinah ditemukan di sebuah gubuk di hutan Dusun Jegong, Desa Wilangan, Nganjuk, sekitar 200 km dari tempatnya bekerja.

Hasil otopsi menunjukkan bahwa ia mengalami penyiksaan berat sebelum meninggal. Diduga kuat, aparat militer terlibat dalam penculikan dan pembunuhan Marsinah, namun hingga kini kasus tersebut belum terselesaikan dan pelaku sebenarnya belum diadili.​

Warisan dan Pengakuan

Kematian Marsinah memicu gelombang protes dan solidaritas dari berbagai kalangan. Ia dianugerahi penghargaan Yap Thiam Hien pada tahun 1993 atas perjuangannya dalam hak asasi manusia.

Namanya juga tercatat dalam daftar kasus pelanggaran hak buruh oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) sebagai kasus nomor 1773.

Marsinah menjadi inspirasi bagi banyak aktivis dan pekerja di Indonesia. Kisahnya diabadikan dalam berbagai karya seni dan sastra, termasuk drama "Marsinah: Nyanyian dari Bawah Tanah" karya Ratna Sarumpaet.

Setiap peringatan Hari Buruh, namanya selalu disebut sebagai simbol perjuangan dan pengorbanan demi keadilan bagi kaum pekerja.​

Halaman Selanjutnya

Pada awal tahun 1993, Gubernur Jawa Timur mengeluarkan Surat Edaran No. 50/Th. 1992 yang mengimbau pengusaha untuk menaikkan upah pekerja sebesar 20%. Namun, PT CPS enggan menerapkan kebijakan tersebut.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |