Jakarta, VIVA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diprediksi masih akan bergerak fluktuatif, namun ditutup menguat pada perdagangan hari ini.
Berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate atau Jisdor BI, kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat berada di level Rp 16.680 per Rabu, 1 Oktober 2025. Posisi rupiah itu tercatat menguat 12 poin, dari kurs sebelumnya di level Rp 16.692 pada perdagangan Selasa, 30 September 2025.
Sementara perdagangan di pasar spot pada Kamis, 2 Oktober 2025 hingga pukul 09.06 WIB, rupiah ditransaksikan di level Rp 16.614 per dolar AS. Posisi tersebut menguat 21 poin atau 0,13 persen dari posisi sebelumnya di level Rp 16.635 per dollar AS.
Pengamat Pasar Uang, Ibrahim mengatakan, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai US$5,49 miliar pada Agustus 2025. Surplus ini didapat dari ekspor sebesar US$24,96 miliar dan impor US$19,43 miliar. Posisi ekspor masih lebih tinggi dibandingkan impor pada Agustus 2025. Ini adalah surplus 64 bulan beruntun sejak tahun 2020.
Selain itu, tingkat inflasi Indonesia September 2025 sebesar 0,21 persen secara bulanan alias month-to-month (mtm) dan sebesar 2,65 persen year-on-year (yoy).
Terjadi kenaikan indeks harga konsumen (IHK) dari 185,1 Agustus 2025 menjadi 187,4 pada September 2025. Sebelumnya, BPS mencatat deflasi terjadi bulanan pada Agustus 2025 sebesar 0,08 persen (mtm) dari Juli 2025.
Kemudian, aktivitas manufaktur Indonesia kembali melambat pada September 2025. Indeks Manufaktur (PMI) Indonesia versi S&P Global tercatat di level 50,4, turun dari 51,5 pada Agustus.
Meski melemah, posisi ini masih sedikit berada di fase ekspansi. Adapun, PMI Manufaktur Indonesia sebelumnya telah mengalami kontraksi dalam empat bulan terakhir. Produktivitas pada Agustus meningkat pertama kalinya sejak April 2025 lalu yang sempat anjlok ke angka 46,7.
Berdasarkan laporan terbaru S&P Global, penurunan PMI manufaktur RI ini dipengaruhi oleh melemahnya output produksi, yang tercatat turun untuk pertama kalinya dalam tiga bulan terakhir. Padahal, pada Agustus lalu sektor manufaktur sempat mencatat ekspansi solid. Namun, saat ini permintaan baru masih bertahan positif sehingga memberi sedikit dorongan pada aktivitas industri.
S&P Global mencatat bahwa meski indikator utama bergerak melemah, kepercayaan diri pelaku usaha terhadap prospek 12 bulan mendatang justru semakin kuat. Optimisme bisnis mencapai level tertinggi sejak Mei, didorong oleh harapan ekspansi pasar domestik dan global yang lebih stabil.
"Mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp 16.580 - Rp 16.640," ujarnya.
Halaman Selanjutnya
Kemudian, aktivitas manufaktur Indonesia kembali melambat pada September 2025. Indeks Manufaktur (PMI) Indonesia versi S&P Global tercatat di level 50,4, turun dari 51,5 pada Agustus.

3 weeks ago
10









