Jakarta, VIVA – Industri Information Technology (IT) menghadapi tekanan yang semakin besar saat ini seiring dengan meningkatnya frekuensi dan kompleksitas ancaman siber. Tim IT di sebuah perusahaan bukan hanya menjaga keamanan data, tapi juga untuk melakukannya secara efisien.
Apalagi berbagai sektor bisnis di Indonesia makin bergantung pada infrastruktur digital untuk tetap berjalan. Namun, banyak yang dihadapkan pada tantangan yang sama yaitu anggaran yang terbatas.
Survei terbaru dari Synology Inc. menunjukkan bahwa hampir 90 persen departemen IT di Indonesia mengalami keterbatasan anggaran. Kondisi ini menempatkan organisasi dalam posisi sulit terkait bagaimana melindungi data penting, memastikan sistem tetap berjalan, dan mengantisipasi ancaman siber dengan dana yang terbatas.
Ilustrasi teknologi tanpa sentuhan.
“Kami melihat banyak tim IT di Indonesia harus membuat keputusan sulit antara keamanan dan efisiensi, terutama di tengah keterbatasan anggaran. Ini menunjukkan pentingnya solusi yang mudah diimplementasikan dan bisa disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing organisasi,” ujar Clara Hsu, Country Manager Synology dikutip dari keterangannya, Rabu, 28 Mei 2025.
Dia menjaarkan, tim IT di perusahaan menghadapi berbagai tantangan: volume data yang terus bertambah, risiko keamanan yang semakin tinggi, dan tuntutan regulasi yang makin ketat. Sayangnya, banyak dari mereka harus mengelola semuanya dengan sumber daya manusia terbatas, sistem yang terpisah-pisah, dan alat kerja yang tidak terintegrasi.
Di banyak perusahaan Indonesia, tim IT masih harus bergantung pada perpaduan sistem yang sudah jadul, proses manual, atau kombinasi hardware dan software yang tidak seragam. Pendekatan seperti ini meningkatkan risiko human-error, kehilangan data, hingga downtime operasional, terutama jika terjadi serangan siber.
Di beberapa tahun terakhir, kasus ransomware yang menyerang brand ternama seperti perusahaan elektronik asal Jepang, Casio pada tahun 2025, raksasa semikonduktor TSMC, hingga produsen pesawat Boeing pada tahun 2023, membuktikan bahwa bahkan sistem IT yang sudah matang pun tetap rentan—dan proses pemulihannya bisa sangat mahal dan memakan waktu.
Menurutnya, data kini menjadi tulang punggung operasional setiap bisnis. Baik itu data pelanggan, laporan keuangan, maupun sistem internal. Kehilangan akses ke informasi penting, walau hanya sebentar bisa berdampak besar.
Ilustrasi gurita bisnis
Photo :
- www.freepik.com/free-photo
Namun, mengelola perlindungan data bukan pekerjaan mudah. Banyak tim IT harus menggunakan berbagai software berbeda untuk penyimpanan data, backup, dan pemulihan. Hal ini seringkali menciptakan inefisiensi, biaya operasional yang tinggi, dan celah keamanan dalam sistem.
Sementara itu, ancaman siber terus berkembang. Pelaku kejahatan siber kini tidak hanya menargetkan data utama, tapi juga sistem backup. Tanpa strategi perlindungan yang menyeluruh, opsi pemulihan bisa sangat terbatas.
Karenanya menurut dia, membangun sistem perlindungan data yang tangguh tidak selalu harus menambah anggaran besar. Pendekatan yang lebih strategis dengan mengadopsi solusi terintegrasi yang dirancang khusus untuk backup dan pemulihan data bisa menjadi jawabannya.
Halaman Selanjutnya
Di beberapa tahun terakhir, kasus ransomware yang menyerang brand ternama seperti perusahaan elektronik asal Jepang, Casio pada tahun 2025, raksasa semikonduktor TSMC, hingga produsen pesawat Boeing pada tahun 2023, membuktikan bahwa bahkan sistem IT yang sudah matang pun tetap rentan—dan proses pemulihannya bisa sangat mahal dan memakan waktu.