Jakarta, VIVA – Ketua Komisi IV DPR RI Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto mengatakan temuan kasus beras oplosan merugikan masyarakat. Dia meminta perusahaan nakal yang mengoplos beras untuk ditindak biar jera.
Hal itu disampaikan Titiek usai rapat kerja dengan Kementerian Pertanian (Kementan) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 16 Juli 2025.
"Kalau memang ada yang nakal, apalagi dari perusahaan yang besar, itu supaya ditindak. Paling tidak dikasih efek jera supaya hal seperti ini tidak terulang kembali," ucap Titiek kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.
Titiek lantas menyoroti kasus beras oplosan di tengah semangat pemerintah menuju swasembada pangan. Dia meminta kasus beras oplosan itu diusut tuntas.
"Intinya kita minta supaya ini diusut tuntas, jangan sampai terjadi seperti ini. Kita ini mau lagi semangat-semangatnya urusan swasembada pangan, swasembada beras. Tapi kok ini ditemukan ada beras oplosan," ungkapnya.
"Ini merugikan masyarakat. Yang mestinya berasnya kualitasnya rendah dicampur yg bagus jadi beras premium. Kan gitu. Ini kami minta supaya menteri pertanian menindaklanjuti ini," pungkas Titiek.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Pertanian, Amran Sulaiman menegaskan, praktik pengoplosan beras premium dengan kualitas rendah yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan besar, merupakan sebuah penipuan yang dilakukan terhadap para konsumennya.
Dia bahkan mengibaratkan membeli beras premium semacam itu seperti membeli emas 24 karat, tapi yang diterima konsumen hanya 18 karat.
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman (Dok: Kementan)
Photo :
- VIVA.co.id/Anisa Aulia
Bahkan, hasil investigasi Kementan di sejumlah wilayah menemukan fakta bahwa terdapat beras bermerek yang dijual dengan harga premium, dengan isi berupa beras campuran dengan beras medium atau yang tidak sesuai standar mutu beras premium.
"Sangat kami sayangkan, sejumlah perusahaan besar justru terindikasi tidak mematuhi standar mutu yang telah ditetapkan," kata Amran, dikutip Selasa, 15 Juli 2025.
Dengan demikian, Dia pun menegaskan bahwa masyarakat yang membeli beras premium dengan harapan kualitasnya sesuai standar, namun nyatanya yang didapat justru tidak demikian.
"Kalau diibaratkan, ini seperti membeli emas 24 karat, namun yang diterima ternyata hanya emas 18 karat," ujarnya.
Halaman Selanjutnya
Dia bahkan mengibaratkan membeli beras premium semacam itu seperti membeli emas 24 karat, tapi yang diterima konsumen hanya 18 karat.