200 Bank China Tutup, 38.000 Pekerjaan Hilang

4 hours ago 2

China, VIVA – "Mangkuk Nasi Besi" yang dulunya tak tergoyahkan dengan lapangan kerja yang stabil di Tiongkok kini runtuh. Hanya dalam beberapa hari, lebih dari 40 bank telah bergabung, dengan banyak bank lain yang berada di ambang kehancuran. Gagal bayar hipotek menyebar, dan properti yang disita menumpuk seperti gunung, menciptakan kepanikan di antara bank-bank yang berjuang untuk melikuidasi aset. Ini bukan sekadar krisis—ini adalah periode transformatif bagi ekonomi Tiongkok, yang menimbulkan pertanyaan mendesak tentang biaya manusia karena semakin banyak orang yang menghadapi kehilangan pekerjaan dalam badai keuangan ini.

Kemerosotan ekonomi Tiongkok telah membuat sektor perbankannya kacau. Bank-bank kecil dan menengah berjuang untuk tetap bertahan, dengan hampir 200 bank yang tidak lagi terdaftar sejak 2024, lebih banyak dari gabungan tiga tahun terakhir. Laporan menunjukkan bahwa Beijing akan memberlakukan pembatasan gaji yang ketat dan pemotongan gaji pada Perusahaan Keuangan Sentral. Bank-bank kehabisan dana, membuat nasabah di seluruh Tiongkok daratan kesulitan untuk menarik uang mereka. Beberapa bahkan mendapati simpanan mereka telah lenyap. Krisis ini menggarisbawahi tantangan keuangan berat yang dihadapi industri perbankan Tiongkok.

Seperti dilansir Mekong News, Selasa 25 Februari 2025, di Xinyang, Henan, seorang wanita yang putus asa menangis di bank setelah ditolak penarikan deposito berjangkanya sebesar 800.000 Yuan ($110.000). Kasusnya bukan hal yang terisolasi, karena banyak netizen yang mengalami kesulitan serupa. Dalam banyak kasus, karyawan bank telah mengubah deposito berjangka menjadi produk investasi tanpa persetujuan nasabah, sehingga menipu mereka yang kurang memiliki literasi keuangan. Banyak yang baru mengetahui kebenarannya saat mencoba mengakses dana mereka.

Seorang wanita di Shenyang mengunggah video yang menceritakan perjuangannya untuk menarik uang tunai sebesar 5.000 Yuan ($687) dari rekeningnya. Bank meminta bukti sumber dana, keberadaan suaminya, dan bahkan surat nikah mereka. Meskipun ia tampak frustrasi, bank tetap memberlakukan persyaratan yang ketat, yang membuatnya jengkel.

Seorang wanita yang tinggal di provinsi Hubei berbagi pengalaman serupa, di mana ia menghadapi pengawasan ketat selama setengah hari saat mencoba menarik uang untuk biaya rumah sakit suaminya. Staf bank bahkan menanyakan tentang rumah sakit dan departemen tempat suaminya menerima perawatan. Kemarahannya tampak jelas saat ia mengkritik praktik bank, membandingkannya dengan kemudahan transfer uang untuk penipuan telekomunikasi.

Para analis yakin bahwa penerbitan obligasi pemerintah dalam jumlah besar, terkadang mencapai triliunan, memaksa bank untuk membeli obligasi tersebut, sehingga menguras likuiditas mereka. Hal ini membuat mereka tidak dapat memproses transaksi dan penyelesaian, sehingga mendorong bank untuk memberlakukan kontrol ketat pada rekening nasabah, mengurangi jumlah penarikan dan frekuensi transaksi.

Prospek karier industri perbankan yang dulunya stabil, yang sering disebut sebagai "Mangkuk Nasi Besi," kini telah mengalami PHK dan pemotongan gaji yang meluas. Di antara 42 bank yang terdaftar, jumlah total karyawan melebihi 2,56 juta, tetapi pada paruh pertama tahun lalu saja, sekitar 38.000 karyawan diberhentikan. Dari jumlah tersebut, 32 bank mengalami penurunan jumlah staf, sementara 30 bank melaporkan pengurangan gaji bulanan rata-rata. Seorang karyawan bank mengeluh bahwa gaji bulanan rata-rata mereka telah anjlok dari 30.000 Yuan menjadi kurang dari 10.000 Yuan.

Gelombang PHK benar-benar telah dimulai. Semakin banyak orang yang gagal membayar cicilan hipotek, yang menyebabkan banyaknya properti yang disita. Dulu, panggilan pengadilan akan segera menyusul jika terjadi gagal bayar hipotek selama tiga bulan, tetapi sekarang bank-bank meminta pembayaran apa pun, bahkan menawarkan perpanjangan tenggat waktu.

Yang mengkhawatirkan, beberapa bank mulai menolak menerima aset sitaan karena mereka sudah memiliki terlalu banyak aset dan tidak dapat menjualnya. Pada kuartal pertama tahun ini saja, jumlah aset sitaan di seluruh negeri melampaui 100.000, yang menandai peningkatan 192% dibandingkan tahun sebelumnya. Tingkat transaksi untuk aset-aset ini kurang dari 14%.

Hanya dalam waktu tiga bulan, 600.000 rumah tangga gagal membayar hipotek, sehingga bank kesulitan mencari solusi. Perpanjangan pinjaman dan pembayaran bunga pertama ditawarkan untuk menghindari terjebak dengan rumah yang tidak laku. Namun, ini seperti bom waktu yang terus berdetak. Suku bunga pinjaman bermasalah meningkat setiap hari, dan bank berjuang untuk menjaga stabilitas.

Ketika "Mangkuk Nasi Besi" yang dulu stabil hancur, industri perbankan Tiongkok menghadapi tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dampak krisis ini terasa di seluruh negeri, dari kota kecil hingga kota besar, meninggalkan jejak ketidakpastian dan kesulitan ekonomi. Perjuangan untuk bertahan hidup baru saja dimulai, dan masa depan masih belum pasti.

Hilangnya 200 bank Tiongkok yang mengkhawatirkan dan hilangnya 38.000 pekerjaan berikutnya menyoroti kekurangan parah kebijakan ekonomi Partai Komunis Tiongkok (PKT). Kontrol terpusat dan strategi yang kaku telah menciptakan lingkungan keuangan yang tidak stabil, yang memaksa banyak bank kecil dan menengah untuk membatalkan pendaftaran. Kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam tata kelola PKT telah memperburuk situasi, yang menyebabkan warga biasa menanggung konsekuensi ekonomi.

Seiring meningkatnya gagal bayar hipotek dan semakin banyaknya properti yang disita, kegagalan PKT dalam mengatasi akar penyebab krisis menjadi jelas. Fokus Partai dalam mempertahankan kedok stabilitas, sementara mengabaikan kesejahteraan finansial warga negara, menggarisbawahi masalah sistemik. Pembatasan dan pemotongan gaji yang ketat yang diberlakukan pada Perusahaan Keuangan Pusat mencerminkan upaya putus asa untuk mengelola krisis, tetapi gagal memberikan solusi yang berkelanjutan.

Kebijakan PKT telah menyebabkan kekacauan finansial dan mengikis kepercayaan publik terhadap sistem perbankan. Berjuang untuk menarik dana dan menghadapi hilangnya simpanan, nasabah mengalami krisis yang semakin dalam secara langsung. Komunitas global harus mengakui kegagalan kebijakan ini dan mengadvokasi sistem tata kelola yang lebih transparan dan akuntabel di Tiongkok untuk mencegah kemerosotan ekonomi lebih lanjut dan melindungi mata pencaharian warga negara.

Halaman Selanjutnya

Prospek karier industri perbankan yang dulunya stabil, yang sering disebut sebagai "Mangkuk Nasi Besi," kini telah mengalami PHK dan pemotongan gaji yang meluas. Di antara 42 bank yang terdaftar, jumlah total karyawan melebihi 2,56 juta, tetapi pada paruh pertama tahun lalu saja, sekitar 38.000 karyawan diberhentikan. Dari jumlah tersebut, 32 bank mengalami penurunan jumlah staf, sementara 30 bank melaporkan pengurangan gaji bulanan rata-rata. Seorang karyawan bank mengeluh bahwa gaji bulanan rata-rata mereka telah anjlok dari 30.000 Yuan menjadi kurang dari 10.000 Yuan.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |