VIVA – Kembali beredar kabar bahwa ada 21 penyakit atau 21 pelayanan kesehatan yang dijamin BPJS Kesehatan. Merespon hal tersebut, Kepala Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah menjelaskan bahwa salah satu alasannya adalah karena ada pelayanan kesehatan yang sudah dijamin oleh instansi lain yang ditetapkan oleh regulasi.
Rizzky juga mengatakan, aturan soal pelayanan kesehatan yang tidak dijamin sudah ada sejak lama, bahkan sejak BPJS Kesehatan belum beroperasi. Aturan itu pertama kali disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004, kemudian diturunkan melalui Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, dan diperbarui secara berkala hingga terakhir terbitlah Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
“Jadi kebijakan itu sebetulnya bukan aturan yang baru diberlakukan karena sudah ada sejak tahun 2018, dan sudah kami sosialisasikan berulang kali dalam berbagai kesempatan. Ada beberapa pelayanan kesehatan tidak masuk dalam jaminan BPJS Kesehatan karena sudah dijamin oleh instansi lainnya. Misalnya, cedera akibat kecelakaan kerja dijamin oleh BPJamsostek, PT Taspen, PT ASABRI, atau instansi penjamin lainnya,” terang Rizzky pada Kamis (10/07).
Rizzky menambahkan, ada pula pelayanan kesehatan yang tidak dijamin BPJS Kesehatan karena dilakukan untuk tujuan estetik. Misalnya, operasi plastik dan pasang kawat gigi untuk tujuan mempercantik diri. Selain itu, ada pelayanan kesehatan yang tidak dijamin karena dilakukan di luar negeri, karena mekanisme penjaminan Program Jaminan Kesehatan (JKN) hanya berlaku di wilayah Indonesia.
“Ada pula pelayanan kesehatan yang tidak dijamin karena sudah ditangani oleh instansi lain berdasarkan regulasi yang ada. Contohnya, gangguan kesehatan akibat ketergantungan obat ditangani oleh Badan Narkotika Nasional (BNN), alat kontrasepsi dan obat-obatnya ditangani Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, atau pelayanan kesehatan untuk korban kekerasan dan penganiayaan ditangani Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK),” jelas Rizzky.
Di sisi lain, Rizzky menuturkan bahwa Dana Jaminan Sosial (DJS) harus digunakan sebijak mungkin untuk pelayanan kesehatan yang betul-betul efektif dan terbukti secara klinis. Karena itulah, pengobatan komplementer, alternatif, dan tradisional yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan, termasuk dalam pelayanan kesehatan yang tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan.
“Harus ada proses Health Technology Assesment (HTA) untuk menilai apakah pengobatan yang dilakukan terbukti efektif secara medis (evidence based), sudah lolos standar keamanannya, dan biayanya terjangkau. Juga, harus ditetapkan oleh Menteri,” katanya.
Adapun informasi selengkapnya mengenai 21 penyakit yang tidak dijamin BPJS Kesehatan, dapat diakses melalui tautan berikut https://tinyurl.com/21PenyakitTakDijaminBPJS.
Rizzky juga mengatakan bahwa cakupan manfaat Program JKN yang dikelola BPJS Kesehatan sangat luas, karena pelayanan kesehatan yang dijamin diberikan berdasarkan indikasi medis pesertanya. Ada ribuan jenis diagnosis penyakit yang dijamin JKN sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2023.
“Selain itu, bukan hanya penyakit berbiaya mahal yang dijamin, BPJS Kesehatan bahkan menjamin biaya pelayanan kesehatan yang memerlukan perawatan berjangka waktu lama atau bahkan berlangsung seumur hidup, seperti cuci darah bagi pasien gagal ginjal, penderita talasemia dan hemofilia, pasien yang menjalani pengobatan kanker, insulin untuk penderita diabetes, dan lain sebagainya,” kata Rizzky.
Halaman Selanjutnya
Adapun informasi selengkapnya mengenai 21 penyakit yang tidak dijamin BPJS Kesehatan, dapat diakses melalui tautan berikut https://tinyurl.com/21PenyakitTakDijaminBPJS.