Lombok, VIVA - Kematian Brigadir Nurhadi seorang Anggota Bidang Propam Polda NTB menjadi misteri yang hingga kini belum dipecahkan. Meskipun ekshumasi atau pembongkaran kuburan untuk autopsi telah dilakukan pada 1 Mei 2025 kemarin, namun masih membutuhkan 14 hari agar hasil autopsi keluar.
Brigadir Nurhadi meninggalkan seorang istri dan dua anak yang masih kecil. Anak pertama berusia 4 tahun, sedangkan anak kedua kurang dari satu bulan. Istrinya baru saja melahirkan.
Brigadir Nurhadi ditemukan tewas di kolam sebuah hotel di Gili Trawangan pada Rabu, 16 April 2025. Dia dan dua polisi menyewa kamar 207 Beach House Hotel yang memiliki akses kolam renang pribadi.
Proses pemakaman Brigadir Muhammad Nurhadi (Satria)
Photo :
- VIVA.co.id/Satria Zulfikar (Mataram)
Dua nama polisi yang ikut di hotel tersebut adalah Kompol I Made Yogi Porusa Utama dan IPDA Haris Chandra. Mereka merupakan Anggota Propam Polda NTB dan Made Yogi merupakan Kasubbid Paminal Polda NTB.
Dari hasil penelusuran media dan wawancara dengan keluarga maupun kerabat korban, ada tujuh kejanggalan dalam kematian Brigadir Nurhadi. Berikut kejanggalannya:
1. Tubuh Luka
Berdasarkan kesaksian pemandi jenazah, banyak luka dan lebam di tubuh korban saat jenazah tiba di rumah duka.
Salah seorang pemandi jenazah almarhum, Taufiq Mardanu menceritakan kejanggalan saat jenazah tiba di rumah duka. Dia mengatakan ada luka memar di alas mata sebelah kanan korban. Luka tersebut mengeluarkan darah terus menerus, bahkan setelah dimandikan.
“Waktu datang kondisi mayatnya dingin. Datang hari Kamis (minggu lalu). Mata sebelah kanan luka pas di bawah alis mata. Kayak memar tapi terus keluar darah. Sampai habis dimandikan keluar darah,” ujarnya.
Selain itu, terdapat lebam di belakang leher jenazah. “Belakang leher kayak memar,” katanya.
Banyak luka di bagian tubuh korban saat jenazah tersebut tiba, padahal jenazah belum diautopsi.
“Pinggang juga memar, sama jari-jari kakinya, punggung kaki luka sobek. Lututnya juga memar,” katanya.
Selain itu, darah juga keluar dari hidung korban. “Keluar darah dari hidungnya,” katanya lagi.
Kesaksian dia hampir sama dengan kesaksian kakak kandung korban, Muhammad Hambali.
“Pelipis mata kanan enggak berhenti keluar darah. Lutut juga luka. Jari-jari kakinya juga banyak kulit terkelupas,” ujar Hambali.
2. Telat Informasi
Hambali juga merasa kecewa pihak keluarga diberitahu informasi kematian korban setelah jenazah tiba di Rumah Sakit Bhayangkara Mataram. Padahal, estimasi waktu kejadian cukup lama sekali.
“Kita diberitahu adik itu (korban) kecelakaan dan meninggal. Jenazah sudah di Rumah Sakit Bhayangkara. Itu yang saya sesalkan, kok baru diberitahu,” ujarnya.
3. Kolam Dangkal
Selain itu, kematian korban di kolam pribadi sebuah hotel juga dinilai janggal. Kondisi kolam yang berukuran kecil dengan kedalaman air yang dangkal membuat tanda tanya, apa benar korban meninggal tenggelam?
Belum lagi, korban merupakan seorang polisi yang mengharuskan kemampuan berenang menjadi syarat utama lolos menjadi anggota polisi.
“Ini kolam kecil, cuma berapa meter, airnya sepinggang. Kejanggalan memang banyak, enggak mungkin seorang polisi enggak bisa berenang,” ujar Hambali.
4. Beda Alibi
Hambali juga menyoroti beda alibi dua saksi pada kasus kematian adiknya.
Hambali menuturkan bahwa Yogi mengaku saat kejadian sedang tidur. Dia pertama kali diberitahu Nurhadi sudah di dasar kolam oleh staf hotel.
Ini berbeda dengan keterangan internal polisi yang mengungkapkan Yogi pertama melihat korban, selanjutnya menghubungi rekannya IPDA Haris untuk meminta bantuan ke staf hotel.
Alibi berbeda lagi ditemukan Hambali saat melihat jenazah di RS Bhayangkara Kota Mataram pada Kamis, 17 April 2025.
Saat itu, dia menghubungi Haris untuk mencari tahu kronologis. Namun, Haris mengatakan awalnya dia tidak mengetahui pasti karena saat itu sedang melihat tanahnya di Gili Trawangan.
“Sedangkan kata Pak Yogi saat saya hubungi, Pak Haris katanya sedang makan sama manager hotel di depan vila. Jadi bingung saya kok beda-beda ceritanya,” ujarnya.
5. Hari Kerja
Polisi hingga saat ini belum terbuka ke publik soal kronologis kematian Brigadir Nurhadi. Korban dan dua polisi lainnya berada di Gili Trawangan pada Rabu, 16 April 2025 yang merupakan jam kerja.
Berdasarkan kalender, hari libur hanya jatuh pada tanggal 18 April yaitu Hari Wafat Yesus Kristus dan 20 April hari Paskah. Rentang tanggal 14 hingga 17 April merupakan hari kerja. Ini juga yang menjadi tanda tanya Ahli Pidana dari Universitas Mataram, Syamsul Hidayat.
“Hari kejadian adalah hari kerja bukan hari libur. Sehingga, perlu diketahui apa alasan mereka ke Gili Trawangan,” ujarnya.
Dia berharap Polda NTB terbuka lagi soal kasus tersebut. “Polda NTB harus transparan dan terbuka bagaimana hasil penyelidikan, penyidikan dibuka saja. Hasil autopsi dibuka saja karena bentuk akuntabilitas kepolisian,” kata dia.
6. Dua Wanita
Pada Rabu sore sebelum Nurhadi ditemukan tewas, mereka berangkat menuju Gili melalui Teluk Kodek. Namun temuan media, mereka berangkat berlima. Selain tiga polisi, ada dua wanita yang ikut bersama mereka menggunakan speedboat.
“Berlima mereka. Ada dua perempuan menggunakan bahasa ‘lu gue’ yang ikut,” kata seorang warga sopir speedboat di Teluk Nare yang tidak ingin namanya disebut.
Itu juga dibenarkan oleh General Manager The Beach House, Dewa yang ditemui di Trawangan. Dia mengatakan Nurhadi dan Yogi mereservasi kamar di Beach House, sementara tiga rekannya lainnya berada di hotel samping Beach House. Namun, sesekali mereka berkumpul di Kamar Beach House.
Siapa dua wanita tersebut masih menjadi misteri hingga saat ini. Polisi belum membuka siapa dibalik dua wanita tersebut.
7. Tanpa Pengacara
Pada 1 Mei 2025, kubur Nurhadi dilakukan ekshumasi atau pembongkaran. Jenazah diautopsi di lokasi kubur.
Namun anehnya, keluarga korban tidak didampingi pengacara. Padahal, pengacara sangat berperan sebagai pengawas eksternal dari proses pengungkapan kasus dengan metode Scientific Crime Investigation (SCI) tersebut.
Ketua Badan Konsultasi Bantuan Hukum (BKBH) Universitas Mataram, Joko Jumadi mengkrtisi itu.
“Sehingga saya pikir, seharusnya pemeriksaan perkara ini tidak saja oleh Polda NTB, tapi libatkan Mabes Polri dan pengawas eksternal. Karena ada kejanggalan kejanggalan dari prosesnya,” ujarnya.
Joko mengatakan BKBH Unram sangat siap menjadi kuasa hukum keluarga korban. Namun, di tengah jalan pihak keluarga mundur.
“Kita patut mencurigai itu dan ini wajar. Karena sebelumnya keluarga menggebu-gebu menuntut keadilan agar kasus ini terbongkar. Tapi belakangan sulit mendapat akses komunikasi langsung,” katanya.
Kabid Humas Polda NTB, Kombes Polisi Muhammad Kholid mengatakan pihaknya sudah terbuka dan profesional dalam penanganan kejadian ini.
“Pemeriksaan ini kami jamin profesional karena berkaitan dengan etik kami,” katanya.
Halaman Selanjutnya
“Waktu datang kondisi mayatnya dingin. Datang hari Kamis (minggu lalu). Mata sebelah kanan luka pas di bawah alis mata. Kayak memar tapi terus keluar darah. Sampai habis dimandikan keluar darah,” ujarnya.