Antartika, VIVA – Gunung es terbesar di dunia, A23, kini berada di ambang kehancuran setelah pecah menjadi potongan-potongan kecil. Perpecahan ini bukan hanya mengancam lalu lintas laut, tetapi juga menimbulkan risiko besar bagi jutaan penguin dan anjing laut di kawasan suaka margasatwa Antartika terdekat.
Foto-foto satelit dari Aqua milik NASA menunjukkan tepi utara gunung es raksasa itu mulai retak, menciptakan ladang serpihan es yang luas di Samudra Selatan.
"Ribuan pecahan gunung es berserakan di permukaan laut dekat gunung es utama, menciptakan pemandangan yang terlihat seperti bintang-bintang di langit malam gelap," kata perwakilan NASA, dikutip dari Live Science, Minggu 25 Mei 2025.
Serpihan pecahan gunung es A23a di Antartika terlihat oleh satelit
A23, atau yang kerap disebut mega-berg, memiliki luas permukaan mencapai 1.930 kilometer persegi. Raksasa beku ini telah terjebak di dasar laut sejak 1986 sebelum akhirnya terlepas dan mulai mengembara ke utara beberapa tahun lalu.
Pada 2024, A23 sempat terseret dalam pusaran laut, sebelum akhirnya kembali hanyut dan mendekati Pulau Georgia Selatan, wilayah Inggris yang dikenal sebagai rumah bagi berbagai spesies satwa liar.
Pada Januari 2025, gunung es tersebut berhenti hanya sekitar 96 kilometer dari garis pantai, posisi yang oleh ilmuwan dianggap bisa menjadi "peristirahatan terakhir" A23.
Meskipun tidak kandas di pulau tersebut, A23 tetap menjadi ancaman ekologis. Jalur migrasi dan akses makan penguin serta anjing laut berpotensi terganggu, karena mereka mungkin harus berenang ratusan kilometer mengelilingi bongkahan es untuk mencapai wilayah makan mereka.
Selain itu, air lelehan dari gunung es bisa mengganggu suhu dan salinitas laut, dengan dampak ekosistem yang sulit diprediksi.
Kekhawatiran ini bukan tanpa preseden. Pada 2004, puluhan anak penguin dan anjing laut mati setelah gunung es A38 menghalangi jalur makan mereka.
Para peneliti berharap A23 yang masih cukup jauh dari daratan dapat meminimalkan dampak terhadap ekosistem. Namun, mereka juga memperingatkan bahwa bahaya tidak hanya mengintai satwa liar.
Pecahan gunung es berukuran besar, beberapa lebih dari 500 meter lebarnya, dapat menimbulkan ancaman serius bagi kapal-kapal yang melintas.
Dalam insiden serupa pada 2023, gunung es A76 nyaris kandas dan meninggalkan puing-puing es yang sulit dilalui kapal. Kapten Simon Wallace, dari kapal pemerintah Georgia Selatan Pharos, mengingat betul betapa berbahayanya navigasi kala itu.
"Potongan-potongan itu pada dasarnya menutupi pulau (Georgia Selatan), kami harus berupaya keras untuk melewatinya," katanya.
Awaknya bahkan harus menyalakan lampu sorot sepanjang malam agar tidak terjebak dalam kebutaan akibat pantulan es.
Meski kini mulai hancur, A23 tidak akan lenyap dalam waktu singkat. Para ilmuwan memperkirakan proses kehancurannya bisa memakan waktu berbulan-bulan hingga bertahun-tahun.
Sementara itu, A23 diperkirakan akan segera kehilangan gelarnya sebagai gunung es terbesar di dunia. Dengan luas yang kini tinggal sekitar 80 km², ia hanya sedikit lebih besar dari pesaing terdekatnya, gunung es D15A.
Halaman Selanjutnya
Meskipun tidak kandas di pulau tersebut, A23 tetap menjadi ancaman ekologis. Jalur migrasi dan akses makan penguin serta anjing laut berpotensi terganggu, karena mereka mungkin harus berenang ratusan kilometer mengelilingi bongkahan es untuk mencapai wilayah makan mereka.