Hari Bhayangkara, DPR: Polri Harus Benahi Sistem Rekrutmen Hingga Meritokrasi Kerja

5 hours ago 3

Jakarta, VIVA - Anggota Komisi III DPR RI, I Wayan Sudirta mengatakan Polri harus menjadikan momentum evaluasi di tengah memperingati Hari Bhayangkara ke-79 pada Selasa, 1 Juli 2025. Menurut dia, banyak sekali momen atau fenomena yang menandai masa eksistensi Polri di tengah-tengah masyarakat.

“Kita semua telah menyaksikan perjalanan Polri hingga saat ini yang penuh dengan tantangan dan hambatan. Sederet prestasi maupun catatan mewarnai perjalanan Polri hingga memasuki usianya yang ke-79,” kata Wayan melalui keterangannya pada Senin, 30 Juni 2025.

Anggota DPR RI Fraksi PDIP, I Wayan Sudirta

Wayan mengatakan berbagai catatan-catatan Polri, utamanya pasca reformasi selalu menjadi sebuah hal yang menarik. Tentunya, kata dia, Hari Bhayangkara lebih dari sekedar seremoni dan merupakan momen berharga untuk semua melihat atau mengevaluasi kembali peran dan kinerja Polri ke depan. Momen ini menjadi titik tumpu bagi Polri untuk meneguhkan panggilan reformasinya, memperbaiki diri, serta menjawab harapan publik. 

“Hal ini tentang merefleksikan perjalanan dan masa depan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Masyarakat tentu tidak terlupa juga dengan berbagai fenomena gerakan kritis seperti no viral no justice, percuma lapor polisi, dan lainnya yang pernah menjadi momok bagi citra Polri, di samping berbagai pelanggaran oleh oknum Polri yang pernah viral di media,” jelas dia.

Wayan menyoroti budaya kekerasan yang masih terjadi di tubuh Polri. Laporan Setara Institute pada Oktober 2024 misalnya, mencatat adanya budaya kekerasan yang melekat, termasuk penyiksaan, pemaksaan pengakuan, dan pemalsuan tanda tangan. Selain itu, masih adanya penyalahgunaan kewenangan dan pelanggaran hukum atau etik lainnya. “Akuntabilitas masih minim dan penanganan oknum sering tidak diikuti sanksi yang tegas,” ucapnya.

Wayan membeberkan beberapa kasus yang terjadi di tahun 2024-2025 yang bersentuhan dengan profesionalisme Polri. Misalnya, kasus penembakan terhadap siswa SMK di Semarang, pembunuhan oleh oknum Polri di Bogor, penganiayaan tahanan di Jambi dan Sulawesi Tengah, pelecehan seksual terhadap anak di NTT, kasus pemerasan DWP, pengendalian atau keterlibatan dengan narkoba di sejumlah wilayah, termasuk penjualan senjata ilegal di Papua. 

“Kasus-kasus tersebut merupakan permasalahan yang mencoreng nama baik Polri. Namun, harus diakui pula bahwa Polri telah memberikan sanksi tegas dan proses hukum yang responsif, walau terkadang masih mendapat citra melindungi teman sendiri,” jelas Legislator asal Bali ini.

Selanjutnya, Wayan mengatakan kelemahan Polri dalam menghadirkan transparansi. Citra keterbukaan dan transparansi masih menjadi catatan untuk dapat dilakukan pembenahan. Layanan inovatif Polri seperti digitalisasi layanan (SIM, STNK, SKCK, dan pengaduan Online) patut mendapat apresiasi tinggi. 

“Namun, dalam fungsi penegakan hukum bahwa citra Polri masih tertutup atau tidak transparan. Selain itu, pelayanan publik juga masih berkutat pada wilayah-wilayah dengan kota besar, daripada wilayah lainnya yang masih mencirikan dengan lamban dan rawan dengan pungli,” kata Anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) ini.

Kemudian, Wayan menambahkan responsivitas Polri juga mengalami naik turun. Di era digital, kata dia, framing media terhadap beberapa kasus juga menggerus legitimasi institusi Polri. Peranan Polri diibaratkan sangat mewakili Pemerintah dan kekuasaan yudikatif, sehingga rawan pula dengan isu politisasi dan keterlibatan dengan tindak pidana atau mafia hukum. 

“Namun begitu, Komisi III DPR mencatat pula bahwa responsivitas Polri dalam menjawab berbagai permasalahan yang viral maupun mendapat potret dari berbagai media dan pihak cukup cepat sehingga juga memberikan harapan dan angin segar bagi masyarakat. Polri kini telah didukung peralatan canggih hingga infrastruktur baru (seperti Direktorat Siber), memegang peranan yang sangat penting untuk menghadirkan Polri dan Negara yang menjadi sahabat masyarakat, mudah diakses, dan diawasi,” imbuhnya.

Maka dari itu, Wayan mengatakan masyarakat kini menatap harapan baru di Hari Bhayangkara melihat tantangan dan catatan Polri tersebut. Tentunya, Polri diharapkan mampu secara nyata menghadirkan transformasi. Maka itu, wujud nyata dari transformasi adalah upaya bersama Polri dan seluruh pihak untuk mewujudkan sistem kinerja Polri yang transparan dan akuntabel.

“Ke depannya, perlu adanya pengawasan yang independen dan efektif untuk menilai profesionalisme dan akuntabilitas, terutama dalam melayani dan mengayomi masyarakat. Kini, masyarakat menatap keseriusan dan konsistensi Polri untuk menghadirkan reformasi kultur dan struktur Polri, keterbukaan, dan pembangunan integritas dan kapasitas anggota Polri,” lanjutnya.

Selain itu, kata Wayan, dalam mewujudkan reformasi budaya dan tata kelola sumber daya manusia (SDM), Polri perlu melakukan sejumlah pembenahan dari sistem rekrutmen, pendidikan, pelatihan, hingga meritokrasi kerja dan pengisian atau penempatan jabatan. Polri harus mampu menghadirkan citra sebagai sahabat masyarakat yang adil, berkapasitas, dan berintegritas. 

“Ke depannya, Polri juga harus didukung dengan sistem digitalisasi layanan yang lebih cepat, responsif, dan transparan. Melalui dukungan tersebut, Polri juga dapat meningkatkan komunikasi publik melalui sosialisasi dan narasi yang seimbang untuk senantiasa menjaga kredibilitasnya,” katanya.

Kemudian, Wayan mengingatkan Polri harus menjaga kemandirian dan independensinya, terutama dalam fungsi penegakan hukum. Bagaimana Polri dapat secara netral dan tidak memihak terhadap kekuasaan atau politisasi, sekalipun berdiri di ranah eksekutif. Jadi, Polri harus seimbang perannya sebagai fungsi penegakan hukum dan pelindung masyarakat, serta penjaga pemelihara keamanan dan ketertiban, dengan pelindungan terhadap hak asasi manusia dan pelayanan masyarakat yang optimal.

“Harapan publik di Hari Bhayangkara 2025, agar reformasi bukan sekadar slogan, melainkan tindakan sistemik, membuka pengawasan independen, menegakkan disiplin, memodernisasi layanan, dan menjaga netralitas. Seperti kata pepatah, kepercayaan bukan hadiah, melainkan tanggung jawab yang harus diperbarui setiap hari. Hari Bhayangkara adalah sebagai titik pemantik reformasi. Oleh sebab itu, Hari Bhayangkara harus dijadikan momentum evaluasi dan pelurusan reformasi,” pungkasnya.

Halaman Selanjutnya

“Kasus-kasus tersebut merupakan permasalahan yang mencoreng nama baik Polri. Namun, harus diakui pula bahwa Polri telah memberikan sanksi tegas dan proses hukum yang responsif, walau terkadang masih mendapat citra melindungi teman sendiri,” jelas Legislator asal Bali ini.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |