Jakarta, VIVA – Kerja sama pengembangan nuklir dengan Korea dan Kanada dinilai dapat mengantisipasi tensi panas di tengah situasi global terkait penetapan tarif resiprokal oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Wakil Ketua Umum Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Kadin Indonesia, Aryo Djojohadikusumo mengungkapkan, dalam RUPTL 2025-2034 Indonesia berencana membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) berkapasitas total 500 megawatt. Kadin Indonesia pun banyak menerima banyak pertanyaan potensi kerja sama dari negara-negara lain terkait pengembangan nuklir.
Pembahasan terkait nuklir identik dengan negara seperti AS, Rusia, dan Cina. Namun kata Aryo, sebetulnya negara seperti Kanada yang memiliki cadangan uranium cukup besar juga menarik.
“Ada teknologi yang sangat menarik dari Kanada dan Korea. Menurut saya ini jauh lebih diterima pemerintah Presiden Donald Trump, kami tidak ingin membuat pihak AS cemas,” kata Aryo dalam acara Energi Insights Forum, Unpacking Indonesia’s New RUPTL: Policy and Market Implication, dikutip Rabu, 9 Juli 2025.
Ilustrasi pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).
Aryo juga mengatakan rencana pembangunan PLTN di Indonesia menarik untuk dibahas, terutama terkait pengembangannya dalam skala kecil atau small modular reaktor.
Aryo juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk mempercepat transisi energi. Menurut dia, target penambahan kapasitas di dalam RUPTL adalah momentum besar Indonesia untuk menjadi pemain penting transisi energi dunia. Oleh karena itu, memerlukan kolaborasi konkret di antara stakeholder terkait.
“Dokumen (RUPTL) ini bukan sekadar daftar proyek kelistrikan, tetapi peta jalan masa depan ekonomi Indonesia yang lebih berdaya saing sekaligus berkomitmen pada target iklim global,” ujar Aryo.
Mantan anggota Komisi VII DPR RI itu juga mengingatkan pentingnya ekosistem bisnis sektor energi, khususnya energi terbarukan agar dapat berkembang. Diperlukan aksi konkret dari seluruh pemangku kepentingan untuk mewujudkan ekosistem energi terbarukan yang sehat, kompetitif, dan berkelanjutan di dalam negeri.
Dalam dokumen RUPTL yang baru saja dirilis, pemerintah melalui Kementerian ESDM & Perusahaan Listrik Negara (PLN) menargetkan penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 69,5 gigawatt (GW), yang mana 42,6 GW di antaranya berasal dari sumber energi terbarukan.
Langkah ini sejalan dengan upaya dekarbonisasi nasional dan ditaksir dapat meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar 1 persen hingga 1,4 persen, dengan total kebutuhan investasi mencapai sekitar Rp2.967 triliun.
Sementara itu, Vice President System Planning PLN Hendrawan mengatakan, berbeda dengan RUPTL sebelumnya, RUPTL 2025–2034 mengusung pendekatan baru. Yakni lebih fleksibel, berbasis permintaan (demand-driven), serta memiliki shockbreaker untuk mengantisipasi fluktuasi permintaan dan menjamin keberlanjutan keuangan PLN.
“Strategi ini merespons tantangan ketidaksesuaian di antara pusat permintaan listrik dengan lokasi sumber energi, serta memberikan sinyal positif bagi investor energi baru terbarukan (EBT),” ucap
Hendrawan menambahkan, PLN terus berupaya menjaga keseimbangan antara target dekarbonisasi dan keterjangkauan harga listrik bagi masyarakat. Perseroan telah memetakan potensi demand sebesar 511 Terawatt hour (TWh) pada 2034 berdasarkan dimensi lokasi, waktu, dan kapasitas di seluruh Indonesia.
Halaman Selanjutnya
Mantan anggota Komisi VII DPR RI itu juga mengingatkan pentingnya ekosistem bisnis sektor energi, khususnya energi terbarukan agar dapat berkembang. Diperlukan aksi konkret dari seluruh pemangku kepentingan untuk mewujudkan ekosistem energi terbarukan yang sehat, kompetitif, dan berkelanjutan di dalam negeri.