Kredit Perbankan Loyo BI Buka-bukaan Gegara Permintaan Masyarakat Turun

4 hours ago 1

Kamis, 22 Mei 2025 - 05:14 WIB

Jakarta, VIVA – Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo akan memberikan perluasan insentif untuk mendorong pertumbuhan kredit yang mulai loyo. Sebab, dalam dua bulan terakhir pertumbuhan kredit di perbankan tidak mencapai double digit, hanya sebesar 8,88 persen pada April 2025, dan 9,16 persen pada Maret 2025.

Perry mengatakan, akan terus menambah likuiditas melalui perluasan kebijakan insentif untuk mendorong pertumbuhan kredit dan menurunkan suku bunga.

“Kami terus menambah likuiditas dengan kebijakan insentif likuiditas yang kami umumkan dan terus kami lakukan dengan jumlah yang besar, untuk sekarang kami tambah lagi dua instrumen untuk perbankan semakin mendorong pertumbuhan kredit dan menurunkan suku bunga melalui kebijakan makroprudensial,” kata Perry dalam konferensi pers Rabu, 21 Mei 2025.

Sementara itu, Deputi Gubernur BI Juda Agung mengatakan melambatnya pertumbuhan kredit dalam dua bulan terakhir mayoritas dipengaruhi oleh faktor demand atau permintaan, serta terbatasnya pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK).

"Penurunan pertumbuhan kredit di dua bulan terakhir ini lebih banyak faktor demand yang dominan, tapi kami juga memang melihat ada keterbatasan dari sisi pertumbuhan DPK. Oleh sebab itu, kebijakan-kebijakan kami diarahkan pada upaya untuk menambah sumber pendanaan perbankan, bukan hanya dari domestik tetapi juga dari luar negeri," jelasnya.

Juda menuturkan, pihaknya akan memberikan berbagai perluasan insentif kebijakan untuk mengakselerasi pertumbuhan kredit perbankan. Pertama, dari sisi kebijakan makroprudensial, BI akan meningkatkan Rasio Pendanaan Luar Negeri Bank (RPLN) dari maksimum 30 persen menjadi 35 persen dari modal bank.

Penguatan implementasi kebijakan RPLN ini ditujukan untuk meningkatkan sumber pendanaan bank dari luar negeri sesuai kebutuhan perekonomian dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. Melalui penerapan parameter kontrasiklikal sebagai penambah RPLN sebesar 5 persen yang berlaku efektif 1 Juni 2025, dan akan diatur lebih lanjut pada ketentuan mengenai RPLN.

“RPLN itu adalah rasio antara pinjaman luar negeri terhadap modalnya. Kami melihat ada bank-bank tertentu yang pendanaannya di dalam negeri sudah semakin terbatas. Itu sudah mulai mendapatkan atau mencari sumber pembiayaan dari luar negeri. Nah ini kita fasilitasi dengan RPLN ini yang dulu maksimum 30 persen sekarang menjadi 35 persen. Jadi ruangnya semakin lebar,” jelasnya.

Kedua, pelonggaran likuiditas dengan penurunan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 100 bps dari 5 persen menjadi 4 persen untuk Bank Umum Konvensional (BUK), dengan fleksibilitas repo sebesar 4 persen

Selanjutnya, rasio PLM syariah sebesar 100 bps dari 3,5 persen menjadi 2,5 persen untuk Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah (BUS/UUS), dengan fleksibilitas repo sebesar 2,5 persen. Penurunan ini ditujukan untuk memberikan fleksibilitas pengelolaan likuiditas oleh perbankan, yang berlaku efektif 1 Juni 2025.

Ilustrasi Bank

Photo :

  • pexels.com/Expect Best

“Sehingga diharapkan ini memberikan fleksibilitas pada perbankan di dalam manajemen likuiditasnya. Ini juga akan memberikan kelonggaran di dalam mendorong pertumbuhan kredit,” terangnya.

Sedangkan ketiga, dari sisi demand atau permintaan BI akan menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate yang diharapkan dapat memicu penurunan suku bunga kredit.

“Sehingga dengan penurunan suku bunga lending diharapkan sektor riil, korporasi maupun rumah tangga juga akan meminta (kredit), karena biayanya lebih murah kalau pinjam dari bank ya. Ini jadi ada interaksi antara dari sisi supply dan juga dari sisi demand,” imbuhnya.

Halaman Selanjutnya

Kedua, pelonggaran likuiditas dengan penurunan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 100 bps dari 5 persen menjadi 4 persen untuk Bank Umum Konvensional (BUK), dengan fleksibilitas repo sebesar 4 persen

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |