Doha, VIVA – Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Muhammad Tito Karnavian, menyampaikan pidato kunci dalam forum internasional bertema keamanan global yang diselenggarakan di Doha, Qatar.
Dalam kesempatan tersebut, Mendagri Tito menekankan pentingnya memahami serta menjalin kolaborasi efektif dengan non state actors dalam menghadapi tantangan keamanan yang bersifat transnasional.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Muhammad Tito Karnavian
Dalam sambutannya, Mendagri menyampaikan apresiasi kepada Perdana Menteri sekaligus Menteri Luar Negeri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdurahman Al Thani, Menteri Dalam Negeri Qatar Khalifa bin Hamad bin Khalifa Al Thani serta kepada Ali Soufan dari The Soufan Center, atas penyelenggaraan forum yang menjadi ajang penting pertukaran pandangan dan penguatan jejaring internasional.
“Indonesia memandang non state actors sebagai entitas yang memainkan peran signifikan dalam lanskap keamanan saat ini. Mereka terbagi ke dalam dua kategori: hostile non state actors yang menjadi ancaman terhadap stabilitas, dan friendly non state actors yang dapat menjadi mitra strategis dalam menjaga perdamaian dan keamanan,” ujar Mendagri Tito dikutip Kamis, 1 Mei 2025.
Ia memaparkan pengalaman Indonesia dalam menghadapi kelompok ekstremis kekerasan yang memiliki keterkaitan internasional, seperti Jemaah Islamiyah yang berafiliasi dengan Al-Qaeda dan Jamaah Ansharut Daulah yang terkait dengan ISIS.
Selain itu, Indonesia juga telah menghadapi konflik bersenjata berkepanjangan dengan kelompok separatis seperti Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Mendagri juga menyoroti berbagai tantangan kejahatan transnasional yang melibatkan kolaborasi antara non state actors domestik dan asing, seperti penyelundupan narkoba, perdagangan manusia, kejahatan siber, serta eksploitasi ilegal sumber daya alam.
Menurutnya, aktivitas ini tidak hanya mengganggu stabilitas keamanan nasional, tetapi juga menghambat pertumbuhan ekonomi negara.
Di sisi lain, Mendagri menegaskan bahwa banyak friendly non state actors yang justru menjadi mitra penting dalam upaya perdamaian dan kontra-radikalisasi.
Ia menyebut keberhasilan proses damai di Aceh sebagai contoh nyata, yang dimediasi oleh Crisis Management Initiative (CMI) pimpinan Presiden Finlandia saat itu, Martti Ahtisaari, serta tokoh mediator Juha Christensen, yang kemudian bergabung dengan Asian Peace and Reconciliation Center.
Dalam penanganan terorisme, Indonesia juga banyak terbantu oleh kerja sama dengan lembaga kajian seperti International Crisis Group yang dipimpin oleh Sidney Jones, serta Rajaratnam School of International Studies dari Nanyang Technological University (NTU), Singapura.
Lembaga-lembaga ini telah memberikan analisis berbasis riset yang mendalam terhadap jaringan terorisme, termasuk wawancara dengan tokoh-tokoh kunci di dalamnya.
Berdasarkan pengalaman tersebut, Mendagri menyampaikan dua rekomendasi utama. Pertama memperkuat kerja sama antarnegara, tidak hanya pada tingkat strategis, tetapi juga operasional antar-aparat keamanan.
Selanjutnya yang kedua melibatkan friendly non state actors, seperti LSM, think tank, dan komunitas sipil lainnya dalam strategi pencegahan dan penanggulangan ancaman dari hostile non state actors.
"Forum ini merupakan contoh nyata bagaimana kolaborasi antara negara, lembaga kajian, dan organisasi internasional seperti The Soufan Center dapat memperkuat kerja sama lintas batas dalam menghadapi ancaman global,” tegas Mendagri Tito.
Global Security Forum (GSF) 2025 adalah forum keamanan internasional tahunan yang berlangsung di Doha, Qatar, pada 28–30 April 2025.
Mendagri Tito Karnavian Hadiri Global Security Forum 2025 di Qatar
Forum tahunan yang pertama kali diselenggarakan pada 2018 ini menjadi ajang strategis bagi pemimpin dunia dan pakar keamanan untuk membahas isu-isu global, termasuk terorisme, kejahatan siber, dan mediasi konflik.
Tahun ini, GSF menyoroti peran non state actors yang kian dominan dalam mengancam stabilitas dan kedaulatan negara.
Halaman Selanjutnya
Mendagri juga menyoroti berbagai tantangan kejahatan transnasional yang melibatkan kolaborasi antara non state actors domestik dan asing, seperti penyelundupan narkoba, perdagangan manusia, kejahatan siber, serta eksploitasi ilegal sumber daya alam.