Amerika Serikat, VIVA – Raksasa teknologi Meta kembali menjadi sorotan setelah mengumumkan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sekitar 3.600 karyawan atau 5 persen dari total tenaga kerjanya secara global.
Ironisnya, di saat banyak pegawai kehilangan pekerjaan, perusahaan justru menaikkan bonus para eksekutifnya secara signifikan. Meta menetapkan bahwa para petinggi mereka akan mendapatkan bonus sebesar 200 persen dari gaji pokok, meningkat drastis dari sebelumnya yang hanya 75 persen.
Keputusan ini terungkap dalam laporan perusahaan yang dirilis baru-baru ini. Dalam dokumen tersebut, Meta menjelaskan bahwa kenaikan bonus ini berlaku bagi seluruh eksekutif yang disebut namanya, kecuali CEO Mark Zuckerberg. Kenaikan ini mulai berlaku untuk periode kinerja tahun 2025.
Kepala Eksekutif Meta Mark Zuckerberg.
"Pada 13 Februari 2025, CNGC menyetujui peningkatan persentase target bonus dalam Rencana Bonus untuk setiap eksekutif yang disebutkan namanya di perusahaan (kecuali Chief Executive Officer ("CEO")) dari 75% dari gaji pokok mereka menjadi 200% dari gaji pokok masing-masing eksekutif tersebut, efektif mulai periode kinerja tahunan 2025 di bawah Rencana Bonus," tulis Meta dalam pengajuannya yang dilansir dari Moneycontrol pada Senin, 24 Februari 2025.
Meta menyebut alasan di balik keputusan ini adalah untuk menyamakan kompensasi eksekutif mereka dengan standar industri. Sebelumnya, total kompensasi tunai yang diterima oleh eksekutif Meta disebut masih berada di bawah rata-rata perusahaan teknologi sejenis. Dengan peningkatan ini, kompensasi mereka kini setara dengan perusahaan pesaing.
"Dengan peningkatan ini, total kompensasi tunai target bagi eksekutif yang disebutkan namanya (kecuali CEO) berada di sekitar persentil ke-50 dari Target Kompensasi Tunai Peer Group," tulis pengajuan tersebut.
Namun, pengumuman ini menuai reaksi negatif, terutama karena waktunya yang berdekatan dengan gelombang PHK besar-besaran. Banyak pengguna media sosial mengkritik langkah ini sebagai bentuk ketidakadilan perusahaan terhadap karyawannya.
Seorang pengguna X (dulu Twitter) menulis bahwa para eksekutif selalu merasa pantas mendapat lebih banyak uang, sementara karyawan biasa justru kehilangan pekerjaan mereka.
"Para eksekutif selalu merasa mereka pantas mendapatkan lebih banyak uang, terlepas dari kinerja mereka. Dan mereka jarang berpikir bahwa pekerja biasa pantas mendapatkan lebih banyak uang," tulis pengguna X @FishwrapGazette.
Sebagian mantan pegawai Meta yang terkena PHK juga menuduh perusahaan tidak transparan dalam menentukan siapa saja yang diberhentikan. Beberapa dari mereka mengklaim bahwa alasan PHK bukan hanya karena kinerja buruk, tetapi juga hal lain seperti mengambil cuti. Hal ini membuat banyak pihak menilai PHK lebih berkaitan dengan pemangkasan biaya dibandingkan dengan peningkatan efisiensi.
"Selalu lebih banyak untuk mereka di atas, lebih sedikit untuk pekerja. Sementara itu, ribuan orang kehilangan pekerjaan dan mencari peluang. Saya berharap kita bisa menghindari Meta dengan mudah, tapi sulit dilakukan di era media sosial ini,” tulis @Crypto_Protech.
Di sisi lain, ada pula yang berpendapat bahwa peningkatan bonus eksekutif adalah langkah yang wajar untuk memastikan Meta tetap kompetitif dalam merekrut dan mempertahankan talenta terbaik di level manajemen atas. Namun, mereka juga mengakui bahwa waktu pengumuman ini sangat tidak tepat dan dapat merusak citra perusahaan di mata publik.
“Perlu dicatat bahwa rencana bonus baru ini bertujuan untuk menyelaraskan kompensasi eksekutif Meta dengan standar industri. Namun, waktu pengumuman ini menimbulkan pertanyaan, mengingat pemutusan hubungan kerja yang signifikan sedang terjadi di perusahaan," komentar @fiyyaz877.
Keputusan Meta ini kembali menyoroti ketimpangan antara gaji eksekutif dan kesejahteraan karyawan. Dengan semakin banyaknya perusahaan teknologi yang melakukan PHK massal, masyarakat pun semakin mempertanyakan keadilan dalam kebijakan korporasi besar seperti Meta.
Halaman Selanjutnya
Source : Financial Times