Jakarta, VIVA - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digaungkan Presiden RI Prabowo Subianto masih menuai pro dan kontra. Pandangan yang pro menilai MBG ibarat uang muka atau down payment (DP) untuk wujudkan generasi produktif bagi masa depan negara RI.
Demikian analisa itu disampaikan seorang pakar Fakhrul Fulvian. Menurut dia, dengan MBG jadi DP yang baik untuk generasi muda RI.
Dia menuturkan program MBG sepatutnya tidak hanya dicap dari sisi kapitalis. Namun, juga mesti dilihat untuk dampak jangka panjang terhadap masyarakat.
Fakhrul menyebut program MBG bukanlah 'cost' yang bebankan negara. Tapi, bagi dia, program MBG itu jadi salah satu langkah yang diambil demi membangun generasi sehat untuk Indonesia Emas 2045.
Program Makan Bergizi Gratis
Photo :
- VIVA.co.id/M Ali Wafa
Pun, ia mengkritisi pola pikir bias yang sudah lama ada dalam wacana fiskal. Hal itu terkait belanja modal dianggap baik. Sementara, belanja sosial dianggap sebagai kebocoran.
"Pola pikir ini mengabaikan keuntungan produktivitas jangka panjang dari investasi dalam sumber manusia, khususnya melalui hal mendasar seperti makanan, kesehatan, dan pendidikan dini," kata Fakhrul dalam keterangannya dikutip pada Rabu, 23 April 2025.
"Makanan gratis bukanlah beban, itu adalah uang muka untuk generasi produktif yang lebih kuat dan cakap," lanjut Fakhrul.
Menurut dia, selama logika itu dianut dalam lembaga ekonomi makro maka redistribusi sosial akan diperlakukan sebagai kebijakan lapis kedua.
Fakhrul menuturkan, pertumbuhan berkelanjutan adalah seputar dari bawah ke atas. Hal itu dari meja makan rumah tangga pedesaan. Lalu, dari kotak makan siang anak-anak sekolah, dari perut yang tidak lagi kosong.
Bagi dia, program MBG bukan tentang ketergantungan. Tapi, program yang akan membantu menbangun kapasitas sumber daya manusia.
"Makan bergizi gratis adalah tentang membangun kapasitas—tentang memastikan bahwa mesin manusia suatu negara terisi bahan bakar, secara harfiah, untuk perjalanan ke depan,” jelas Fakhrul yang juga Chief Economist Trimegah Sekuritas Indonesia itu.
Halaman Selanjutnya
"Makanan gratis bukanlah beban, itu adalah uang muka untuk generasi produktif yang lebih kuat dan cakap," lanjut Fakhrul.