Columbia, VIVA – Pemerintah mendesak Google agar menjual perambannya, Chrome. Permintaan ini merupakan bagian dari kasus antimonopoli Departemen Kehakiman yang bertujuan untuk memperbaiki monopoli pencarian online raksasa teknologi itu.
Hal tersebut terjadi di Amerika Serikat (AS) dimana Depkeh telah meningkatkan proses hukum antimonopoli terhadap Google, dengan fokus pada dominasi perusahaan tersebut di pasar pencarian internet. Departemen Kehakiman menganjurkan tindakan menyeluruh, termasuk divestasi wajib peramban Chrome.
Persidangan, yang dimulai pada Senin, 21 April 2025, merupakan hasil investigasi selama bertahun-tahun, dengar pendapat publik, dan kesaksian di ruang sidang, yang semuanya menghasilkan putusan pengadilan penting bahwa Google memegang monopoli yang tidak sah di pasar pencarian.
Hakim Amit P. Mehta dari Pengadilan Distrik Columbia tengah mendengarkan argumen dari pemerintah dan perusahaan mengenai cara terbaik untuk memperbaiki monopoli Google dan diperkirakan akan memerintahkan tindakan, yang disebut sebagai 'solusi', pada akhir musim panas.
Dalam dokumen pengadilan, Depkeh berpendapat bahwa Google harus menghadapi konsekuensi atas dugaan perilaku monopolinya. Di antara upaya hukum yang diusulkan adalah penjualan peramban web Chrome yang banyak digunakan melalui perintah pengadilan, yang berperan penting dalam mengarahkan pengguna ke mesin pencari Google.
"Inilah saatnya bagi pengadilan untuk memberi tahu Google dan semua pelaku monopoli lain yang mendengarkan, dan mereka mendengarkan, bahwa ada konsekuensi jika Anda melanggar undang-undang antimonopoli," ungkap Pengacara Departemen Kehakiman David Dahlquist, seperti dikutip dari situs New York Times, Rabu, 23 April 2025.
Depkeh juga menuntut penghentian perjanjian yang memberikan Google status mesin pencari default pada ponsel pintar (smartphone/HP) dan perangkat lain, dan meminta perusahaan untuk berbagi data penting dengan pesaing untuk menyeimbangkan persaingan di pasar pencarian.
Para penggugat berpendapat bahwa Google, yang menguasai sekitar 90 persen pasar pencarian global, telah mempertahankan dominasinya melalui perjanjian-perjanjian yang melanggar hukum yang menyingkirkan para pesaing, yang pada akhirnya merugikan baik konsumen maupun pengiklan.
Sidang yang diadakan tahun lalu, yang hanya berpusat pada pertanggungjawaban, mengungkapkan bahwa Google membayar Apple lebih dari US$20 miliar (Rp337 triliun) setiap tahunnya untuk memastikan mesin pencarinya tetap menjadi default pada peramban Safari milik Apple.
Dalam argumennya di hadapan Hakim Amit P. Mehta, Pengacara Google John Schmidtlein menolak usulan solusi pemerintah sebagai 'ekstrem' dan 'cacat mendasar'. "Google memenangkan tempatnya di pasar 'secara adil'," kata Schmidtlein, mengutip situs Washington Post.
Google menyatakan terbuka untuk melonggarkan perjanjian dengan Apple dan raksasa teknologi lain untuk memberi mesin pencari pesaing posisi yang lebih baik di smartphone.
Namun, Google menolak sebagian besar usulan pemerintah, dengan alasan usulan tersebut akan menghambat inovasi. Perusahaan juga menunjukkan adanya persaingan yang semakin ketat dari perusahaan AI baru seperti OpenAI.
Halaman Selanjutnya
Para penggugat berpendapat bahwa Google, yang menguasai sekitar 90 persen pasar pencarian global, telah mempertahankan dominasinya melalui perjanjian-perjanjian yang melanggar hukum yang menyingkirkan para pesaing, yang pada akhirnya merugikan baik konsumen maupun pengiklan.