Peneliti: Kabur Aja Dulu Bentuk Overthinking dan Pemerintah Harusnya Bisa Komunikasi Humanis ke Masyarakat

4 hours ago 1

Senin, 24 Februari 2025 - 17:47 WIB

VIVA – Belakangan ini tagar Kabur Aja Dulu menjadi ramai di kalangan pengguna media sosial. Fenomena Kabur Aja Dulu ini dianggap sebagai bentuk kekecewaan masyarakat Indonesia terhadap kondisi ekonomi, sosial dan keadilan di Indonesia. 

Kondisi tersebut diduga karena adanya sejumlah kebijakan pemerintah yang belakangan ini dinilai tidak berpihak pada masyarakat. Banyak publik yang menilai dengan Kabur Aja Dulu ke luar negeri untuk bekerja atau menempuh pendidikan menjadi cara bagi mereka bisa hidup lebih layak.

Ramainya tentang gerakan Kabur Aja Dulu di media sosial juga mendapat sorotan dari Ketua dan Founder Health Collaborative Center (HCC) yakni Dr.dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH.

Viral Tagar #KaburAjaDulu Ramai Dibahas di Media Sosial

Photo :

  • Tangkapan Layar X

Dia menjelaskan bahwa ramainya tagar Kabur Aja Dulu menjadi gambaran kondisi overthinking di masyarakat Tanah Air. Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.

"Karena model tagar seperti ini bentuk refleksi overthinking dan refleksi overthinking itu adalah repetitif thought, pemikiran negatif yang berulang. Sekarang kenapa banyak di sosial media? karena ternyata di Indonesia menjadi viral itu adalah bentuk people power. Overthinking secara psikologis diutarakan, direfleksikan di media sosial itu adalah langkah compromize," kata dia kepada awak media dalam media briefing di kawasan Senayan Jakarta Pusat, Senin 24 Februari 2025. 

Diungkap Ray bahwa jika seharusnya rasa overthinking yang dialaminya bisa diakomodasi di keluarga. Namun lantaran tidak mampu diregulasi di keluarga mereka menumpahkannya di media sosial sebagai bagian dari kompromi terhadap overthinkingnya.

"Jadi dia enggak bisa untuk menumpahkan di keluarganya dia lari di media sosial dan itu harus diredam enggak? ini sulit ini menjadi bagian dari kompromi," kata dia.

Terkait dengan ramainya tagar Kabur Aja Dulu, Ray menilai seharusnya pemerintah melakukan komunikasi publi yang humanis. Hal ini dilakukan untuk meredam overthinking di masyarakat terkait dengan kondisi yang terjadi saat ini.

"Yang harus dilakukan ada mitigasi sistemik salah satunya adalah dengan memastikan ada komunikasi publik yang humanis dari pengambil kebijakan. Ini kasarnya jangan dijabanin tapi dimodifikasi pikirannya, bahwa 'oke yang buat Anda overthinking itu lagi dibenerin sama pemerintah' atau yang bikin Anda overthinking bisa ditier support keluarga komunikasinya harus humanis," kata dia.

Pemerintah dinilai Ray harus bisa berkomunikasi secara humanis kepada masyarakat sebab untuk menghindari perasaan overthinking yang menerus di masyarakat.

Dia menyebut, overthinking yang dialami bisa menyebar ke seluruh komunitas untuk memiliki pemikiran serupa.

"Jadi penting sekali ada komunikasi publik yang humanis dari pemangku kebijakan, ini penting karena mengconvert repetitif negatif itu tidak berulang-ulang atau menjadi lebih positif, karena kalau sudah begini tidak akan repetitif dan masyarakat sekitar tidak akan ikut overthinking itu dulu," kata dia. 
 

Halaman Selanjutnya

"Jadi dia enggak bisa untuk menumpahkan di keluarganya dia lari di media sosial dan itu harus diredam enggak? ini sulit ini menjadi bagian dari kompromi," kata dia.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |