Jakarta, VIVA - Langkah politik Presiden RI Prabowo Subianto yang dinilai sudah siap dan berpikir jauh ke depan terkait manuver perang dagang yang digaungkan Presiden AS Donald Trump. Pemerintah RI era Prabowo mesti siap dengan perang dagang yang jadi medan 'pertempuran baru' geopolitik internasional.
Pengamat pertahanan sekaligus Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan Indonesia mesti menyiapkan strategi pertahanan nasional dengan adanya pemberlakuan tarif dagang baru.
Menurut dia, medan perang baru di dunia saat ini bukan lagi sekadar persoalan pembangunan atau pertumbuhan.
Namun, kata dia, hal itu sudah menyangkut geopolitik yang kian 'brutal' dan tanpa ampun. Ia bilang dalam lanskap ini, ekonomi bukan lagi sekadar urusan angka atau pasar, melainkan bagian integral dari strategi pertahanan nasional.
“Presiden Prabowo sudah berpikir jauh ke depan untuk menjadikan ekonomi sebagai fondasi pertahanan nirmiliter yang menyatu dengan sistem keamanan nasional,” kata Fahmi dalam keterangannya, Minggu, 6 April 2025.
Presiden RI Prabowo Subianto dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat, 21 Maret 2025 (sumber foto: Cahyo - Biro Pers Sekretariat Presiden)
Photo :
- VIVA.co.id/Yeni Lestari
Pun, dia menuturkan langkah Prabowo lainnya seperti hilirisasi industri strategis, pembangunan lumbung pangan, dan insentif industri nasional tak boleh dipandang sebagai proyek sektoral semata.
Bagi dia, hal itu sebagai bangunan awal dari benteng ketahanan nasional yang akan menentukan nasib Indonesia dalam puluhan tahun ke depan.
“Sejak awal, pemerintahan Prabowo tidak hendak membiarkan ekonomi kita hanya menjadi penyangga pertumbuhan global. Sektor strategis hendak ditransformasi menjadi pilar ketahanan nasional: dari industri pertahanan, pangan, energi, hingga teknologi," lanjut Fahmi.
Dia menuturkan pemberlakuan tarif tinggi dari AS juga jadi pengingat bahwa dalam kompetisi global, kekuatan ekonomi adalah cermin dari kekuatan negara.
Dengan demikian, kebijakan ekonomi Indonesia ke depan mesti didesain sebagai strategi geopolitik. Sebab, hal itu bukan hanya untuk tumbuh, tapi untuk bertahan dan memimpin.
Ia menyampaikan diplomasi politik internasional pemerintah melalui sektor perdagangan harus diperkuat. Cara itu bukan hanya untuk membuka pasar, tetapi untuk lobi dalam menegosiasikan posisi Indonesia secara strategis dalam rantai nilai global.
Bagi dia, saat ini Prabowo seperti tak sedang bermaksud membangun sektor ekonomi yang sekadar kompetitif secara pasar. Tapi, ia menganalisa keinginan Prabowo agar Indonesia bisa berdaulat secara strategis.
"Dari hilirisasi hingga digitalisasi, dari pertanian modern hingga penguatan industri pertahanan—semuanya adalah bagian dari sistem pertahanan nasional yang holistik. Visi ini memerlukan konsistensi, ketegasan birokrasi, dan dukungan kolektif dari seluruh elemen bangsa,” jelasnya.
Lebih lanjut, dia menuturkan perlu sinergi antara kementerian pertahanan, luar negeri, sektor ekonomi yang mesti dipercepat. Ia menyampaikan demikian agar kebijakan tak berjalan dalam silo dan fragmentasi.
"Di tengah dunia yang makin saling bergantung, justru ketergantungan yang tidak seimbang akan menjadi kerentanan baru,” ujarnya.
Halaman Selanjutnya
Dia menuturkan pemberlakuan tarif tinggi dari AS juga jadi pengingat bahwa dalam kompetisi global, kekuatan ekonomi adalah cermin dari kekuatan negara.