Ekonom Usul ke Prabowo 3 Strategi Jitu Negosiasi Kebijakan Tarif Trump, Apa Saja?

4 weeks ago 12

Selasa, 8 April 2025 - 18:34 WIB

Jakarta, VIVA – Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menyoroti adanya empat tantangan besar yang menjadi pekerjaan rumah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Dalam acara Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Indonesia pada Selasa, 8 April 2025, ia menyampaikan usulan konkret untuk menghadapi perang dagang yang sudah di depan mata.

Wijayanto menuturkan, keempat masalah besar yang dimaksud adalah tantangan fiskal, nilai tukar rupiah yang terus melemah, de-industrialisasi, dan penciptaan lapangan kerja. Selain itu, Indonesia juga harus menghadapi perang dagang (trade war) sebagai buntut dari penerapan tarif impor oleh Donald Trump

Ia setuju dengan Sri Mulyani dan Airlangga Hartarto bahwa perang dagang merupakan tantangan tambahan bagi perekonomian domestik. Namun, situasi ini juga  membawa kesempatan luar biasa bagi Indonesia untuk berbenah. 

"Dalam konteks melihat sisi positif dari kondisi ini, izinkan saya mewakili beberapa ekonom untuk menyampaikan tiga usulan konkret Pak Presiden," ujar Wijayanto dikutip pada Selasa, 8 April 2025.

Pertama, perlunya penyegaran dengan melakukan  deregulasi secara masif dan menyeluruh. Dalam konteks ini, Wijayanto mengusulkan pendekatan yang disebut neck to neck approach, eye to eye, point to point approach.

"Saya sepakat dengan Bapak, nyontek itu halal di sini, Pak. Vietnam punya apa? Kita harus punya yang sama, minimal mendekati. Syukur-syukur lebih baik dari Vietnam, sehingga kontrolnya mudah, Bapak Presiden," imbuh Wijayanto.

Misalnya saja melihat ekosistem perdagangan dan pasar Vietnam yang sangat menarik bagi pelaku ekonomi maupun investor. Di sana tidak ada premanisme di kawasan industri, tidak ada 'polisi' di pasar modal, izin usaha yang cepat, harga tanah yang relatif murah, proses Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang fleksibel. 

"Ada begitu banyak poin yang menurut saya kita harus copy. Tidak perlu benchmark dengan banyak negara.
Kita harus wujudkan itu," tegas Wijayanto.

Kedua, Wijayanto menyoroti adanya low hanging fruit yang masih belum disasar dengan serius, khususnya sektor manufaktur. Ia memaparkan output dan utilisasi sektor manufaktur sebelum pandemi Covid-19 sekitar 75 persen kemudian pasca-pandemi turun ke 50 persen dan saat ini berada di kisaran 60 persen. 

Gedung Perkantoran Jakarta (Ilustrasi Kondisi Ekonomi RI).

Photo :

  • VIVA/Muhamad Solihin

Untuk mengatasi masalah ini, Wijayanto mendorong para pengusaha yang tergabung dalam Koperasi Merah Putih untuk berinvestasi di sektor manufaktur. Menurutnya, Koperasi Merah Putih akan tetap di tanah air bagaimanapun kondisi perekonomian domestik. 

"Kita sudah punya sejak lama pengusaha merah putih. Yang kondisi sulit, kondisi berat tetap stay di Indonesia. Tidak pindah, tidak pergi. Mereka dikasih karpet merah, kita kasih insentif supaya tidak pergi. Dengan target output kembali ke 75 persen, syukur-syukur bisa 90 persen," jelas Wijayanto.

Wijayanto menuturkan, keterlibatan Koperasi Merah Putih bisa mendongkrak sektor manufaktur hingga 9 persen. Besaran tersebut belum termasuk multiplier effect.

"Kalau ini kita dorong saja, tidak perlu investasi luar biasa kembali ke 7,5 persen. Ini ekonomi output-nya bisa terdongkrak hampir 3 persen. Kalau bisa kita dorong ke 9 persen, output akan terdongkrak hingga 5 persen," lanjutnya.

Usulan konkrit ketiga, yakni terkait dengan approach terhadap pemerintah Amerika Serikat. Beberapa ekonom, mencermati betul secara detail pidato Presiden Donald Trump dari mulai kampanye hingga akhir-akhir ini.

Wijayanto menyampaikan, ada dua karakteristik yang sangat menonjol dari pidato Trump yaitu top-down dan sangat membenci pendekatan multilateral. Artinya, Trump lebih menginginkan hubungan bilateral daripada kelompok.

"Dalam konteks ini, kami mengusulkan kalau Bapak berkenan untuk make a phone dengan Presiden Trump. Ini nanti, Insya Allah, kami yakin akan membantu para menteri yang Bapak utus yang Bapak tugaskan untuk negosiasi dengan counterpart di Amerika. Karena gaya Presiden Trump yang top down," paparnya.

Kemudian terkait pendekatan multilateral, tarif pajak di kawasan Asia itu sangat beragam dari 10 persen hingga 49 persen. Wijayanto melihat untuk menyatukan visi semua negara tidaklah mudah sehingga ia menyarankan Prabowo untuk menempuh jalur mandiri.

"Kami mengusulkan idealnya menggunakan jalur mandiri supaya juga menghindari ketidaksukaan Presiden Trump dengan pendekatan kita," tutup Wijayanto.

Halaman Selanjutnya

Misalnya saja melihat ekosistem perdagangan dan pasar Vietnam yang sangat menarik bagi pelaku ekonomi maupun investor. Di sana tidak ada premanisme di kawasan industri, tidak ada 'polisi' di pasar modal, izin usaha yang cepat, harga tanah yang relatif murah, proses Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang fleksibel. 

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |