Jakarta, VIVA – Melalui tangan dingin Sufmi Dasco Ahmad, pertemuan antara Presiden Prabowo Subianto dan Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri pada Senin, 7 April 2025 bisa terwujud. Hal ini menandai babak baru konsolidasi elite nasional di tengah situasi ekonomi dan geopolitik global yang penuh gejolak.
Eksponen Gerakan Mahasiswa Universitas Indonesia, Urai Zulhendri mengapresiasi peran strategis Sufmi Dasco Ahmad sebagai Wakil Ketua DPR RI, dan juga Ketua Harian Partai Gerindra sebagai arsitek dan aktor kunci dibalik pertemuan politik tingkat tinggi ini.
"Di tengah lanskap politik yang kerap terfragmentasi, Sufmi Dasco Ahmad menunjukkan kapasitas seorang negarawan karena mampu menjembatani dua kekuatan politik yang berhadap-hadapan ketika Pilpres bisa bertemu demi kepentingan nasional," kata Urai dalam keterangan tertulisnya, Rabu 9 April 2025.
Presiden Prabowo bertemu Megawati Soekarnoputri di Teuku Umar
Photo :
- Dok Sufmi Dasco Ahmad
Menurutnya dalam situasi seperti ini, figur seperti Sufmi Dasco Ahmad menjadi penting dan harus diapresiasi. Dengan kecermatan membaca peta kekuasaan dan ketajaman intuisi politik, Dasco berhasil menginisiasi kanal komunikasi yang produktif di antara dua poros besar politik nasional.
"Langkahnya memperkuat posisi Presiden Prabowo dalam menghadapi tantangan global sekaligus membuka jalan bagi terbentuknya Grand Coalition for National Resilience, sebuah koalisi besar yang tidak sekadar bertumpu pada kekuasaan, tetapi berorientasi pada penyelamatan ekonomi nasional dan pertahanan kepentingan strategis bangsa," ucapnya.
Badai Geopolitik: Gejolak Ekonomi Domestik hingga Tekanan Tarif Dagang Washington
Urai mengatakan, Indonesia kini berada di persimpangan krisis. Dari dalam, tekanan terhadap pasar domestik terlihat nyata, IHSG terus merosot, nilai tukar rupiah melemah, dan kepercayaan investor dibayangi ketidakpastian arah kebijakan ekonomi. Dari luar, bayang-bayang perang dagang dan tekanan ideologis kembali muncul seiring kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih, membawa serta kebijakan “reciprocal tariffs” yang agresif.
Dalam situasi seperti ini, sinyal stabilitas politik dan arah kebijakan ekonomi jangka menengah menjadi sangat dibutuhkan. Pertemuan Prabowo-Megawati dipandang sebagai komitmen untuk menciptakan kepastian, baik bagi pelaku pasar, investor, maupun rakyat Indonesia.
"Tarif 32% terhadap produk ekspor Indonesia yang baru diberlakukan oleh AS bukan hanya masalah ekonomi, tetapi juga soal kedaulatan kebijakan pembangunan nasional," ujarnya.
Kebijakan seperti TKDN, kontrol ekspor Sumber Daya Alam (SDA), dan proteksi terhadap industri strategis nasional menjadi sasaran langsung retorika proteksionis AS. Dalam konteks inilah, pertemuan Prabowo-Megawati menjadi lebih dari sekadar simbol. Pertemuan ini adalah manuver politik strategis untuk memperkuat fondasi kebangsaan.
Sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati masih memegang pengaruh besar atas struktur politik dan birokrasi nasional, serta jejaring elite daerah. Dengan menjalin komunikasi dan kerja sama antara Presiden Prabowo dan Megawati, terbuka ruang konsolidasi lintas partai untuk memperkuat daya tahan ekonomi domestik, baik melalui penyusunan langkah respon atas kebijakan tarif AS, percepatan substitusi impor lewat hilirisasi, hingga revisi kebijakan perdagangan luar negeri yang lebih adaptif dan berdaulat.
"Langkah ini juga memperkuat legitimasi Presiden Prabowo di dalam maupun luar negeri. Dunia internasional mencermati bahwa Indonesia bersatu di bawah kepemimpinan sipil yang kuat, inklusif, dan berakar dalam prinsip demokrasi. Meskipun berasal dari spektrum politik berbeda, Prabowo dan Megawati menunjukkan bahwa kepentingan nasional berada di atas segala perbedaan," ujar Sekjen KOPI (Kolaborasi Patriot Indonesia).
Lebih lanjut, ia mengatakan, pertemuan Prabowo dan Megawati adalah cerminan bahwa Indonesia, dalam menghadapi badai geopolitik, memilih jalan persatuan. Ini bukan hanya gestur simbolik, tetapi bagian dari strategi membangun national unity in times of economic war.
Seperti Trump yang mengusung 'New Golden Era' untuk Amerika, maka inisiatif konsolidasi nasional ini bisa menjadi tonggak awal bagi lahirnya 'Zaman Kebangkitan Indonesia', sebuah era baru di mana kekuatan bangsa ditentukan bukan oleh siapa lawan politik kita, tetapi oleh seberapa kuat kita mampu bersatu di dalam.
"Pertemuan Prabowo-Megawati ini, sangat saya apresiasi setinggi-tingginya kepada Presiden Prabowo dan Megawati Soekarnoputri (Presiden RI ke-5) atas niat baik dan pada bulan baik ke-2 tokoh bangsa bisa bertemu," katanya.
Halaman Selanjutnya
Urai mengatakan, Indonesia kini berada di persimpangan krisis. Dari dalam, tekanan terhadap pasar domestik terlihat nyata, IHSG terus merosot, nilai tukar rupiah melemah, dan kepercayaan investor dibayangi ketidakpastian arah kebijakan ekonomi. Dari luar, bayang-bayang perang dagang dan tekanan ideologis kembali muncul seiring kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih, membawa serta kebijakan “reciprocal tariffs” yang agresif.