VIVA – Presiden Prabowo Subianto berencana untuk melonggarkan aturan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri). Sehingga jika penggunaan komponen lokal dibuat lebih flesibel bisa menjaga daya saing di pasar global.
Seperti diketahui TKDN merupakan tolak ukur suatu barang, jasa, atau kombinasi keduanya melibatkan komponen dalam negeri dalam proses produksi yang mencangkum sejumlah sektor industri.
Mobil listrik Xpeng X9
Photo :
- VIVA.co.id/Muhammad Indra Nugraha
Mulai dari alat kesehatan, alat mesin pertanian, kelistrikan, pembangkit, jaringan transmisi, dan lain-lain, termasuk industri otomotif untuk sepeda motor, atau mobil bermesin bahan bakar hingga hybrid dan EV.
“Tapi kita harus realistis, TKDN dipaksakan, ini akhirnya kita kalah kompetitif. Saya sangat setuju, TKDN fleksibel saja, mungkin diganti dengan insentif,” ujar Prabowo di acara Sarasehan Ekonomi di Menara Mandiri, Jakarta Pusat.
Orang nomor satu di RI itu mengintruksikan kepada jajaran menterinya untuk mengubah kebijakan penggunaan komponen lokal tersebut agar lebih realistis, dan tidak membebani industri dalam negeri.
Artinya jika kebijakan TKDN yang ada saat ini dilonggarkan atau dibuat fleksibel, menjadi kesempatan emas buat industri otomotif. Terutama brand-brand pendatang baru asal China yang melihat potensi besar market di Tanah Air.
Sebagaian merek mobil asal Tiongkok statusnya masih sekadar CKD (Completely Knock Down), dan mereka hanya menumpang pabrik di perusahaan tertentu dengan nilai investasi yang tidak tergolong besar.
Adapun karena kelonggaran yang diberikan pemeritahan sebelumnya, sejumlah merek mobil asal China itu tetap bisa menikmati insentif dari negara. Sekalipun mobil yang mereka jual statusnya masih impor.
Salah satunya BYD yang mendapatkan keringanan berupa pembebasan bea masuk dan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) ditanggung pemerintah 15 persen.
Namun insentif itu hanya diberikan untuk mobil listrik dengan status CBU (Completely Built Up), di mana kuotanya ditentukan dalam sesuai perjanjian kedua belah pihak dalam waktu yang ditentukan pemerintah.
Setelah itu BYD wajib membuat mobil-mobil listriknya di dalam negeri sesuai kuota impornya, dengan menggelontorkan investasi untuk membangun pabrik.
Sedangkan insentif yang diberikan untuk mobil listrik buatan dalam negeri berupa pembebasan PPnBM dan diskon PPN (Pajak Pertambahan Nilai) 10 persen, namun untuk menikmati keringanan itu ada aturan tertentu.
Aturan tersebut tertuang dalam revisi Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2023 yang mengubah Perpres Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.
Untuk mobil listrik sendiri pada periode 2019-201 wajib memiliki TKDN minimal 35 persen, kemudian pada periode 2022-2026 TKDN minimum 40 persen, kemudian meningkat pada periode 2027-2029 TKDN 60 persen, dan 2030 mencapai 80 persen hingga seterusnya.
Saat ini mobil listrik murni buatan lokal yang mendapatkan keringanan tersebut sudah cukup banyak, diantaranya Hyundai Ioniq 5, Kona Electric, Wuling Air ev, BinguoEV, Cloud EV, Chery Omoda E5, MG 4 EV, Neta V-II, dan masih banyak lagi.
Toyota Yaris Cross Hybrid di IIMS 2025
Photo :
- VIVA/Krisna Wicaksono
Berbeda dengan kebijakan mobil hybrid yang diberikan insentif berupa diskon PPnBM sebesar 3 persen, di mana mobil dengan dua sumber energi itu wajib memiliki TKDN minimal 40 persen. Mobil yang hybrid yang masuk kategori tersebut ada Toyota Kijang Innova Zenix, Yaris Cross, Suzuki XL7 dan Ertiga (mild hybrid), Hyundai Santa-Fe, dan lain-lain.
Halaman Selanjutnya
Sebagaian merek mobil asal Tiongkok statusnya masih sekadar CKD (Completely Knock Down), dan mereka hanya menumpang pabrik di perusahaan tertentu dengan nilai investasi yang tidak tergolong besar.