Riyadh, VIVA – CEO Riyadh Air Tony Douglas, pada Senin, 28 April 2025, mengatakan bahwa maskapai rintisan Saudi itu siap membeli pesawat Boeing yang ditujukan untuk maskapai China, jika pesawat itu tidak terkirim karena perang dagang yang meningkat antara Amerika Serikat dan Tiongkok.
Boeing berencana untuk menjual kembali puluhan pesawat yang kemungkinan besar tidak akan masuk ke China karena tarif, setelah memulangkan jet ketiga ke Amerika Serikat, dan menuai kritik baru terhadap Beijing dari Presiden AS Donald Trump.
"Apa yang telah kami lakukan... adalah menjelaskan dengan sangat jelas kepada Boeing, jika (China menolak) itu terjadi, kami akan dengan senang hati menerima semuanya," kata Douglas, dikutip dari Alarabiya, Senin 28 April 2025.
Boeing mengambil langkah yang langka dengan secara terbuka menandai penjualan pesawat potensial tersebut selama minggu lalu, dengan mengatakan bahwa tidak akan ada kekurangan pembeli di pasar jet yang ketat.
Riyadh Air, yang didukung oleh Dana Investasi Publik Arab Saudi, telah memesan pesawat dari Boeing dan Airbus sebelum peluncurannya, termasuk 60 jet berbadan sempit A321 dari Airbus pada bulan Oktober dan hingga 72 Boeing 787 Dreamliner yang dipesan pada bulan Maret 2023.
Maskapai penerbangan tersebut tidak memperkirakan penundaan pengiriman dari kedua maskapai akan segera teratasi.
Douglas mengatakan Riyadh Air tidak melihat adanya dampak pada permintaan perjalanan ke dan dari ibu kota kerajaan tersebut dari ketidakpastian ekonomi makro global.
Dia juga menambahkan bahwa perusahaan berencana untuk mengumumkan pesanan untuk jet berbadan lebar musim panas ini.
Pesawat Boeing 737 Max.
Photo :
- AP Photo/Elaine Thompson
Maskapai penerbangan tersebut, yang bertujuan untuk meluncurkan pada kuartal keempat, telah mempekerjakan 500 karyawan dan bermaksud untuk meningkatkan tenaga kerjanya menjadi 1.000 selama 9 hingga 12 bulan ke depan.
Setelah itu, perekrutan pilot dan awak kabin akan terus berlanjut saat pesawat dikirimkan.
Halaman Selanjutnya
Douglas mengatakan Riyadh Air tidak melihat adanya dampak pada permintaan perjalanan ke dan dari ibu kota kerajaan tersebut dari ketidakpastian ekonomi makro global.