Jakarta, VIVA – Pemerintah ternyata meminta perusahaan asal Korea Selatan, LG mundur dari megaproyek pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik Indonesia dengan investasi senilai Rp 130,7 triliun.
"Selama ini dikatakan dari sana memutus, sebetulnya lebih tepatnya dari kami yang memutus," kata Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Perkasa Roeslani dalam konferensi pers di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 23 April 2025.
Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Perkasa Roeslani
Photo :
- VIVA.co.id/Rahmat Fatahillah Ilham
Rosan menjelaskan, permintaan agar LG mundur disampaikan pemerintah melalui surat dari Kementerian ESDM tertanggal 31 Januari. Pemerintah meminta LG mundur karena tak kunjung merealisasikan proyek tersebut akibat proses negosiasi yang berlarut hingga selama 5 tahun.
"Itu berdasarkan surat resmi tertanggal 31 Januari 2025, diterbitkan oleh Kementerian ESDM. Kenapa? Karena memang negosiasi ini berjalan terlalu lama, kita ingin semua berjalan dengan baik dan cepat," ucap Rosan.
Padahal, kata Rosan, pemerintah ingin agar proyek tersebut segera berjalan. Di sisi lain, perusahaan asal China Huayou sudah mengatakan minat dalam proyek tersebut sejak 2024 lalu. Huayou juga sudah memiliki teknologinya. Untuk itu, Huayou akan menggarap proyek tersebut dengan nilai investasi yang sama.
"Jadi surat itu dikeluarkan karena memang dari Huayou itu memang berminat untuk berinvestasi karena mereka teknologinya juga sudah ada dan mereka hanya me-replace atau menggantikan posisi dari LG," ujar dia.
Sebelumnya diberitakan, Konsorsium Korea Selatan (Korsel) yang dipimpin oleh LG telah memutuskan untuk menarik proyek senilai sekitar 11 triliun won atau Rp 130,7 triliun di Indonesia. Proyek yang dimaksud adalah pembangunan rantai pasokan baterai kendaraan listrik (EV) di Indonesia.
Menurut sumber dari kantor berita Yonhap, konsorsium tersebut meliputi LG Energy Solution, LG Chem, LX International Corp, dan mitra lainnya. Sebelumnya, mereka telah menyatakan bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia dan sejumlah perusahaan milik negara untuk membangun "rantai nilai menyeluruh" untuk baterai EV.
Dalam inisiatif tersebut, mereka berencana untuk membangun seluruh proses mulai dari pengadaan bahan baku hingga produksi prekursor, bahan katode, dan pembuatan sel baterai. Seperti diketahui, Indonesia adalah produsen nikel terbesar di dunia, bahan utama dalam baterai EV.
Sumber tersebut pun mengatakan, bahwa konsorsium itu telah memutuskan untuk menarik proyek tersebut setelah berkonsultasi dengan pemerintah Indonesia. Alasannya, karena adanya pergeseran dalam lanskap industri, khususnya yang disebut "jurang" EV, yang merujuk pada perlambatan sementara atau puncak permintaan EV global.
"Mempertimbangkan kondisi pasar dan lingkungan investasi, kami telah memutuskan untuk keluar dari proyek tersebut. Namun, kami akan melanjutkan bisnis kami yang ada di Indonesia, seperti pabrik baterai Hyundai LG Indonesia Green Power (HLI Green Power), usaha patungan kami dengan Hyundai Motor Group," kata seorang pejabat dari LG Energy Solution.
Halaman Selanjutnya
Sebelumnya diberitakan, Konsorsium Korea Selatan (Korsel) yang dipimpin oleh LG telah memutuskan untuk menarik proyek senilai sekitar 11 triliun won atau Rp 130,7 triliun di Indonesia. Proyek yang dimaksud adalah pembangunan rantai pasokan baterai kendaraan listrik (EV) di Indonesia.