Sri Mulyani Ingatkan Tak Ada Lagi Kawan dalam Perdagangan Global

1 week ago 6

Rabu, 9 April 2025 - 13:26 WIB

Jakarta, VIVA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan peringatan keras soal kondisi ekonomi global yang semakin tidak bisa diprediksi. Dalam pernyataannya, ia menyoroti bahwa tatanan perdagangan dunia yang selama ini berbasis kerja sama dan aturan bersama kini telah runtuh.

Sri Mulyani menjelaskan, pada 1 April, Presiden AS Trump mengeluarkan executive order yang mengenakan tarif 10 persen untuk Kanada, 25 persen untuk energi dari Meksiko, dan 10 persen untuk produk Tiongkok. Tak berhenti di situ, pada 4 Maret, AS kembali menaikkan tarif Tiongkok menjadi 20 persen. Negara-negara ya

Ia mengkritisi kebijakan tarif sepihak yang diberlakukan Amerika Serikat terhadap sejumlah negara mitra dagangnya seperti Kanada, Meksiko, dan Tiongkok.

"Timeline ini menggambarkan hanya dalam waktu 1 bulan, dunia yang tadinya di-govern dengan rule base sekarang tidak ada lagi kepastian,” kata Sri Mulyani dalam Sarasehan Ekonomi di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa, 8 April 2025.

Menurutnya, tindakan ini memicu retaliasi dan ketegangan yang menghapus batas antara “teman” dan “lawan”.

"Sekarang bahkan tidak ada definisi yang disebut kawan atau friend lagi," ujarnya.

Era “My Country First”

Sri Mulyani menjelaskan bahwa pergeseran geopolitik saat ini mendorong banyak negara mengambil pendekatan inward looking. Prinsipnya sederhana “utamakan kepentingan nasional di atas segalanya”.

"Setiap negara pasti instingnya adalah menjaga domestiknya. Maka banyak kebijakan ekonomi menjadi inward looking. My country first, American first, China first, Indonesia first, dan yang lain-lain," ujarnya.

Kondisi ini menciptakan ketidakpastian luar biasa dalam rantai perdagangan dan investasi global. 

Bahkan, sambung Sri Mulyani, konsep “friend-shoring” yang sempat populer di mana negara-negara sahabat membangun rantai pasok bersama kini tak lagi berlaku.

Resesi Mengintai, Indonesia Harus Bergerak Cepat

Dampak dari kebijakan dagang unilateral ini sudah terasa di pasar keuangan dunia. Nilai tukar bergejolak, harga saham terkoreksi, dan prediksi resesi global semakin menguat.

Beberapa lembaga keuangan dunia seperti JP Morgan dan Goldman Sachs memperkirakan peluang resesi di AS naik hingga 60 persen.

Dalam situasi seperti ini, Sri Mulyani menegaskan pentingnya Indonesia bersikap lincah dan responsif. Menurutnya, Presiden Prabowo telah memberikan arahan agar seluruh jajarannya mengedepankan pragmatisme dan realisme, bukan lagi semata-mata teori.

"policy apa yang bisa kita lakukan segera dan bisa mengoreksi atau menggunakan opportunity harus bisa kita lakukan sekarang," tegasnya.

Peluang Indonesia di Tengah Perang Dagang

Di tengah tekanan global, Indonesia punya peluang untuk menjadi tujuan investasi baru. Beberapa negara pesaing seperti Vietnam, Bangladesh, dan Thailand kini menghadapi tarif lebih tinggi dari AS, sementara tarif terhadap produk Indonesia masih relatif rendah.

Namun demikian, Sri Mulyani mengingatkan agar Indonesia tidak lengah. Persaingan ketat tetap berlangsung, dan strategi nasional harus diarahkan untuk mengambil celah dari dinamika global tersebut.

"Ini adalah perang bersama. Harus bersama-sama antara pemerintah, policy maker, dan pelaku ekonomi untuk meresponsnya," ujarnya.

Halaman Selanjutnya

Sri Mulyani menjelaskan bahwa pergeseran geopolitik saat ini mendorong banyak negara mengambil pendekatan inward looking. Prinsipnya sederhana “utamakan kepentingan nasional di atas segalanya”.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |