Trump Naikkan Biaya Visa H-1B Jadi Rp1,6 Miliar, Startup Global 'Untung' Besar

3 hours ago 2

Rabu, 8 Oktober 2025 - 00:02 WIB

Jakarta, VIVA – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengeluarkan kebijakan yang membuat geger pelaku industri dunia terkait visa kerja H-1B. Meski menuai penolakan karena biaya pendaftarannya yang melonjak drastis, namun perusahaan rintisan (startup) startup teknologi di luar AS menganggapnya sebagai peluang emas.

Dalam aturan baru yang diumumkan bulan lalu, biaya aplikasi visa H-1B naik menjadi US$100 ribu atau sekitar Rp1,6 miliar per pekerja disertai syarat gaji minimum yang lebih tinggi. Langkah yang bertujuan melindungi tenaga kerja lokal justru menjadi tantangan bagi perusahaan AS karena 'keran' merekrut pekerja asing berbakat terhambat.

Di sisi lain, pemimpin startup di Inggris dan Kanada menyebut perubahan ini sebagai angin segar bagi ekosistem teknologi global. Kebijakan Trump memberi ‘keuntungan besar’ bagi perusahaan rintisan lokal di berbagai negara untuk merekrut talenta terbaik di negaranya mengingat selama ini sering menjadi opsi kedua. 

“Selama ini kami hanya bisa mendapatkan kandidat kelas dua. Sekarang, kami punya kesempatan menarik yang terbaik,” ujar Pendiri startup kecerdasan buatan asal London, Quench.ai,  Husayn Kassai, yang dikutip dari The Financial Times pada Selasa, 7 Oktober 2025. 

Dukungan terhadap langkah perekrutan global ini juga datang dari kalangan pemerintah. Menteri Keuangan Inggris, Rachel Reeves, mengumumkan rencana penyederhanaan sistem imigrasi Inggris dengan biaya visa yang lebih murah guna menarik pekerja berkeahlian tinggi. 

Perdana Menteri Kanada, Mark Carney, juga menyebut kebijakan visa H-1B sebagai peluang besar untuk 'merebut' tenaga kerja unggulan yang sebelumnya tertarik bekerja di Silicon Valley, perusahaan raksasa AS di bidang teknologi.

Beberapa startup bahkan mulai merasakan dampaknya dari kebijakan peningkatan visa H-1B ini. Misalnya Arsham Ghahramani yang merupakan pendiri perusahaan perekrutan asal Toronto, Ribbon, mengungkapkan bahwa 40 persen timnya merupakan pekerja yang gagal mendapatkan visa tersebut.

“Kanada dianggap tempat persinggahan menuju AS. Sekarang, mereka (pekerja) justru menetap di sini—dan itu bagus untuk kami,” ungkap Ghahramani.

Sinyal lonjakan minat juga dirasakan oleh Mikhail Sharonov, CEO Immigram, perusahaan relokasi pekerja teknologi berbasis di Inggris. Ia menyebut permintaan meningkat tajam sejak pengumuman kebijakan baru tersebut. “Pusat layanan kami kini kewalahan. Permintaan melonjak setelah aturan H-1B diumumkan,” ujarnya.

Aktivis Swedia Greta Thunberg yang diculik Israel dideportasi

Fakta Menarik Tentang Greta Thunberg yang Dideportasi Israel hingga Disebut Pembuat Onar Oleh Trump

Aktivis Swedia Greta Thunberg akan dideportasi ke Yunani pada Senin 6 Oktober 2025  waktu setempat.

img_title

VIVA.co.id

7 Oktober 2025

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |