Jakarta, VIVA – Memasuki 2025, dinamika pasar kerja mengalami pergeseran signifikan dan memberikan tekanan baru bagi lulusan sarjana yang selama ini dianggap lebih aman secara karier. Di saat berbagai negara tengah berupaya menguatkan stabilitas ekonomi, sektor pekerjaan kerah putih justru melemah.
Fenomena ini semakin diperparah dengan gelombang otomatisasi dan perluasan penggunaan kecerdasan buatan dalam berbagai industri.
Dalam beberapa bulan terakhir, meningkatnya laporan PHK massal di perusahaan teknologi, ritel, dan layanan korporasi menunjukkan betapa tertekannya pasar kerja kelas profesional. Kondisi ini membuat banyak lulusan baru, bahkan mereka yang berpengalaman sekalipun, kesulitan menemukan posisi yang sesuai.
Data terbaru menunjukkan tren meningkatnya tingkat pengangguran dari kelompok sarjana. Berdasarkan laporan terbaru dari Bureau of Labor Statistics (BLS), pemegang gelar sarjana kini menyumbang 25 persen dari total pengangguran, angka tertinggi yang pernah tercatat.
Tingkat pengangguran bagi pemegang gelar sarjana ini naik menjadi 2,8 persen pada September, meningkat setengah poin persentase dibanding tahun sebelumnya. Sementara itu, tingkat pengangguran pada kelompok pendidikan lain nyaris tidak berubah.
Data menunjukkan lebih dari 1,9 juta warga berusia 25 tahun ke atas dengan gelar sarjana sedang menganggur, atau 1 dari 4 total pengangguran. Sebelum 2025, angka tersebut tidak pernah mencapai level setinggi itu berdasarkan catatan sejak 1992.
Para lulusan baru juga menghadapi kondisi serupa, dengan pasar kerja entry-level semakin sulit ditembus. Situasi ini diperparah dengan PHK besar-besaran dari korporasi ternama seperti Amazon, Target, dan Starbucks.
Laporan dari Challenger, Gray & Christmas menunjukkan bahwa pengumuman pemutusan hubungan kerja pada bulan lalu menjadi yang tertinggi untuk periode Oktober dalam lebih dari 20 tahun, didorong oleh rencana perusahaan mengganti lebih banyak posisi dengan teknologi AI.
Gelombang ini bahkan diperkuat dengan pengumuman dari Verizon Communications yang mengatakan akan memangkas lebih dari 13.000 karyawan, sebagai bagian dari upaya mengurangi tenaga kerja nonserikat hingga 20 persen.
Presiden Federal Reserve Bank of New York, John Williams, turut menyoroti kondisi tersebut dengan mengatakan para lulusan baru mengalami situasi yang sangat berat. “Biasanya lulusan perguruan tinggi langsung diserap masuk pasar kerja saat mereka lulus, dan tahun ini hal itu tidak banyak terjadi," ungkapnya, seperti dikutip dari The Japan Times, Selasa, 25 November 2025.
Halaman Selanjutnya
BLS juga mengungkap hanya dua sektor yang mendorong pertumbuhan pekerjaan sepanjang 2025, yakni kesehatan dan bantuan sosial serta leisure dan hospitality. Keduanya menambah 690.000 posisi, sementara jika kedua sektor itu dikeluarkan, total lapangan kerja nasional justru menurun sekitar 6.000 posisi. Tidak hanya itu, lowongan kerja untuk desain sistem komputer, konsultasi manajemen, hingga riset ilmiah, mengalami penurunan jumlah tenaga kerja sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini.

4 hours ago
1









