Jakarta, VIVA - Kasus tiga Warga Negara Indonesia (WNI) yang diduga melakukan aksi perampokan di Jepang jadi sorotan DPR RI. Tiga WNI itu statusnya di Jepang sebagai pekerja migran Indonesia (PMI) paruh waktu yang visanya telah habis alias ilegal.
Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi menyoroti kasus ini dengan mengingatkan negara agar jangan membiarkan warganya bekerja ke luar negeri tanpa adanya edukasi dan pengawasan.
"Kasus WNI yang jadi pelaku perampokan di Jepang bukan semata soal kriminalitas. Ini alarm keras bagi negara! Kasus ini menjadi cerminan pengawasan pemerintah terhadap PMI masih banyak lubangnya,” kata Nurhadi, Selasa, 8 Juli 2025.
Dia mengkritisi pemerintah agar jangan terus-terusan membiarkan rakyat pergi ke luar negeri tanpa perlindungan, tanpa edukasi, serta tanpa pengawasan.
Dijelaskan dia, mesti WNI di Jepang telah melakukan pelanggaran, tapi negara tak boleh mengabaikan mereka. "Pemerintah harus tetap memberikan perlindungan, termasuk bantuan hukum,” ujar Nurhadi.
(ILUSTRASI) Para pekerja migran Indonesia tiba dari luar negeri di Bandara Soekarno-Hatta.
Kemudian, Nurhadi juga menyoroti status tiga WNI yang merupakan pekerja paruh waktu yang visanya telah habis tersebut. Ia heran Pemerintah bisa kebobolan dengan adanya pengiriman pekerja migran ilegal ke luar negeri.
“Kalau masih ada praktik pengiriman pekerja migran ilegal, maka kita gagal total sebagai negara dalam melindungi warga," jelas Nurhadi.
Dia pun minta Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) dan Kementerian Luar Negeri untuk bertanggungjawab dalam kasus ini. Nurhadi juga mendesak Pemerintah membenahi sistem dan pengawasan pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri.
"Saya minta Kemenaker, KP2MI, dan Kemlu bertanggung jawab, bukan hanya dengan klarifikasi, tapi dengan pembenahan sistem dari hulu sampai hilir," jelas Legislator dari Dapil Jawa Timur VI tersebut.
Lebih lanjut, Nurhadi juga minta kementerian terkait untuk melakukan audit secara menyeluruh terhadap semua jalur perekrutan dan pengiriman PMI. Ia menyebut edukasi terhadap PMI wajib dilakukan sebelum diberangkatkan, sekaligus memberikan sanksi terhadap pekerja migran ilegal.
"Siapa yang memfasilitasi keberangkatan para pekerja tanpa visa kerja? Siapa yang menutup mata? Aparat harus usut tuntas, dan yang terlibat harus dihukum!” ujar Nurhadi.
Kata dia, solusi dari persoalan ini bukan sekadar imbauan.
"Pemerintah harus wajibkan edukasi pra-keberangkatan, wajibkan pemahaman hukum negara tujuan, dan perkuat kerja sama hukum dengan negara tujuan untuk melindungi dan sekaligus menindak PMI ilegal," lanjut anggota Fraksi NasDem itu.
Nurhadi bilang bahwa kehadiran dan ketegasan pemerintah sangat diperlukan. Hal itu penting agar citra negara Indonesia tak rusak di mata internasional atas ulah nakal segelintir WNI.
Belum lagi, belakangan ini tengah marak praktik human traficking dengan iming-imingi pekerjaan yang layak di luar negeri. Ia menuturkan seharusnya negara hadir juga memberikan perlindungan bagi seluruh warganya di manapun berada.
“Kalau negara tidak hadir secara tegas, maka bukan hanya citra Indonesia yang rusak, tapi kita sedang biarkan anak-anak bangsa masuk ke lubang gelap perdagangan manusia dan kriminalitas transnasional," ujar Nurhadi.
Sebelumnya, tiga WNI yang diduga melakukan perampokan di Jepang adalah PMI yang juga diketahui melanggar waktu izin tinggal alias overstayer. Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo telah melakukan pendampingan terhadap tiga WNI yang kini ditahan polisi Jepang itu. Peristiwa ini pun menjadi sorotan di negeri sakura tersebut.
Belum diketahui persis motivasi mereka merampok rumah warga lokal yang berlokasi di Aoyaki, Hokota, pada 2 Januari 2025. Meski terjadi pada awal tahun, ketiganya baru ditangkap oleh Kepolisian Hokota, Ibaraki, pada 30 Juni 2025.
Halaman Selanjutnya
“Kalau masih ada praktik pengiriman pekerja migran ilegal, maka kita gagal total sebagai negara dalam melindungi warga," jelas Nurhadi.