Baru Menikah, Inayatul Tinggalkan Suami untuk Berhaji Gantikan Ibunya

6 hours ago 2

Madinah, VIVA - Mentari Madinah mulai meninggi, jarum jam menunjukkan sekitar pukul 10 pagi waktu Arab Saudi, Senin (12/5). Suhu udara tercatat 39 derajat Celsius, menyengat. Namun di pelataran Masjid Syuhada, Jabal Uhud, para jemaah haji Indonesia tampak semangat berfoto dan berziarah. Jabal Uhud bukan sekadar destinasi, tapi tempat bersejarah yang menyimpan kisah perjuangan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya dalam Perang Uhud.

Suasana Jabal Uhud di Madinah

Photo :

  • Nana Maulana/MCH 2025

Di antara kerumunan jemaah, tampak sepasang ayah dan anak berjalan beriringan. Wajah sang putri tampak muda dan teduh, sementara lelaki di sampingnya terlihat paruh baya namun bersahaja. Sang anak memperkenalkan dirinya: Inayatul, 28 tahun, seorang dokter umum dari Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.

Ia tidak datang berhaji atas nama sendiri. Kepergiannya ke Tanah Suci kali ini adalah sebuah amanah, sebuah janji yang ditegakkan dalam cinta. “Saya berhaji menggantikan ibu,” ucap Inayatul dengan suara bergetar. Matanya berkaca-kaca, menyimpan rindu yang dalam pada sosok sang ibu, Darmin Majid, yang wafat pada tahun 2021 akibat komplikasi diabetes.

“Ibu meninggal saat kami sekeluarga masih di Malaysia. Rasanya berat, tapi saya tahu ini jalannya. Saya hanya ingin menyempurnakan niat beliau,” lanjutnya dilansir dari MCH 2025.

Keputusan Inayatul untuk berhaji bukan tanpa tantangan. Ia baru menikah tiga minggu sebelum keberangkatan. Namun ketika surat pengganti haji dari Kementerian Agama telah disetujui, ia tak bisa menolak. “Haji ini perjalanan spiritual, bukan sekadar ibadah biasa. Saya merasa ibu hadir dalam setiap langkah saya di sini,” katanya sambil menatap langit Madinah.

Di sela perbincangan, ia beberapa kali menyandarkan kepala di bahu sang ayah, Syafaruddin Pagising (57), sosok yang kini menjadi satu-satunya orang tua bagi Inayatul. Keduanya tampak kompak, saling menguatkan satu sama lain. Bagi Inayatul, Jabal Uhud punya makna emosional tersendiri. “Di sinilah Rasul kehilangan pamannya, Hamzah, tapi beliau tetap kuat. Saya ingin meneladani itu—mengikhlaskan, tapi tetap melanjutkan perjalanan.”

Cerita dari Seberang Negeri

Ayah Inayatul, Syafaruddin, memiliki kisah panjang dalam hidupnya. Ia dan almarhumah istri merantau sebagai TKI ke Malaysia pada tahun 1996 demi kehidupan yang lebih baik. Tahun 2011, mereka mendaftar haji bersama. Namun takdir berkata lain. “Istri saya meninggal di Malaysia. Saya pulangkan ke Bulukumba untuk dimakamkan. Sejak itu, saya berniat tetap berhaji, dan berharap anak saya bisa menggantikan ibunya,” tuturnya.

Niat itu terwujud tahun ini. Syafaruddin dan Inayatul tergabung dalam Kloter 14 UPG, berangkat dari Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar pada Sabtu (10/5) pukul 12.00 WITA, dan tiba di Bandara AMMA Madinah malam harinya pukul 22.00 WAS.

Selama berada di Tanah Suci, mereka mengaku puas dengan pelayanan haji yang mereka terima. “Alhamdulillah, semuanya baik. Petugas semangat membantu, terutama bagi lansia seperti saya,” ujar Syafaruddin. Inayatul pun mengamini, menambahkan bahwa keberadaan petugas perempuan sangat membantu jemaah wanita dalam kondisi tertentu.

Di akhir perbincangan, Inayatul menyampaikan doa sederhana. “Saya ingin kembali dalam keadaan sehat, bertemu suami saya, dan membawa pulang pahala serta keberkahan dari tanah suci. Semoga ibu saya tenang di sisi-Nya.”

Kisah Inayatul bukan hanya tentang menggantikan kursi haji, tapi tentang cinta, pengorbanan, dan kekuatan iman seorang anak. Di bawah terik mentari Madinah, ia melangkah—dengan hati yang kuat, membawa nama ibunya dalam setiap doanya.

Halaman Selanjutnya

Cerita dari Seberang Negeri

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |