Bayi Tabung dan Risiko yang Mengintai: Apa yang Harus Diketahui?

10 hours ago 3

Sabtu, 22 Februari 2025 - 12:06 WIB

Jakarta, VIVA – Bayi tabung atau in vitro fertilization (IVF) menjadi salah satu metode yang banyak dipilih pasangan yang mengalami kesulitan memiliki keturunan. Metode ini menjadi harapan bagi pasangan yang mengalami masalah infertilitas atau gangguan kesuburan.

Prosedur ini dilakukan dengan mempertemukan sperma dan sel telur di luar tubuh, kemudian menanamkan embrio ke dalam rahim calon ibu. Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.

Meski banyak yang berhasil, bayi tabung tetap memiliki risiko komplikasi yang perlu diwaspadai oleh pasangan yang ingin menjalani prosedur ini.

dr. Mila Maidarti, Sp.O.G(K), Spesialits Fertilitas

Photo :

  • VIVA/Siti Adisya Kirana

dr. Mila Maidarti, Sp.O.G(K), selaku Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Subspesialis Fertilitas Endokrinologi Reproduksi dari RS Pondok Indah, menjelaskan beberapa komplikasi yang bisa terjadi selama proses bayi tabung.

Komplikasi yang Bisa Terjadi dalam Program Bayi Tabung

1 Sindrom Hiperstimulasi Ovarium (OHSS)

Proses bayi tabung memerlukan obat perangsang untuk memperbesar dan meningkatkan jumlah sel telur.

Namun pada beberapa kasus, indung telur bisa terlalu terstimulasi hingga menyebabkan gejala seperti perut kembung, mual, nyeri, bahkan pada kasus yang lebih berat bisa menimbulkan gangguan pernapasan. 

“Kadang-kadang obat yang diberikan untuk pembesaran telur bisa menimbulkan risiko ini, tergantung pada jumlah sel telur yang dimiliki pasien,” ujar dr. Mila dalam acara Strategi Tepat Tingkatkan Success Rate Bayi Tabung.

2. Kehamilan Ganda

Salah satu risiko lain dalam program bayi tabung adalah kehamilan kembar. Hal ini terjadi karena dalam prosesnya, dokter biasanya mentransfer lebih dari satu embrio ke dalam rahim untuk meningkatkan peluang keberhasilan. 

“Kalau usia pasien di bawah 35 tahun, biasanya kami transfer dua embrio. Kalau lebih dari 35 tahun, bisa tiga embrio. Namun sangat tergantung pada kualitas embrio yang ditransfer,” jelas dr. Mila. 

Meski begitu, ia menegaskan bahwa idealnya hanya satu embrio yang ditanam untuk menghindari kehamilan ganda, yang berisiko lebih tinggi.

“Tapi sangat tergantung pada kualitas embrio yang di transfer. Kita menghindari terjadinya triplets (tiga janin), dua pun sesuatu yang nggak kita inginkan dan disarankan hanya satu saja,” jelasnya.

3. Kehamilan di Luar Kandungan (Ektopik)

Dalam beberapa kasus, embrio yang ditanam bisa berkembang di luar rahim, seperti di tuba falopi. Kondisi ini berbahaya dan membutuhkan penanganan segera karena bisa menyebabkan perdarahan hebat serta komplikasi serius bagi ibu.

4. Infeksi atau Perdarahan Saat Pengambilan Sel Telur

Prosedur pengambilan sel telur dilakukan dengan menggunakan jarum khusus yang dimasukkan ke dalam ovarium melalui vagina. Meskipun dilakukan dengan teknologi canggih dan sterilisasi yang ketat, risiko infeksi tetap ada.

“Infeksi atau perdarahan bisa terjadi, meskipun dengan teknologi yang semakin canggih, risikonya dapat ditekan sekecil mungkin,” kata dr. Mila.

dr. Mila Maidarti, Sp.O.G(K), Spesialits Fertilitas

Photo :

  • VIVA/Siti Adisya Kirana

Selain memahami risiko yang mungkin terjadi, dr. Mila juga menekankan pentingnya menjaga gaya hidup sehat sebelum menjalani bayi tabung. Ia menyarankan agar pasien rutin berolahraga setidaknya selama 20-30 menit per hari dan mengurangi konsumsi makanan tinggi karbohidrat dan gula. 

“Pasien harus memperbaiki gaya hidupnya. Pola makan yang sehat dan olahraga teratur bisa meningkatkan peluang keberhasilan bayi tabung,” tambahnya.

Halaman Selanjutnya

Proses bayi tabung memerlukan obat perangsang untuk memperbesar dan meningkatkan jumlah sel telur.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |