Jakarta, VIVA – Asri Welas berhasil mendapat sorotan melalui aktingnya dalam film Cocote Tonggo. Dalam film tersebut, Asri Welas berperan sebagai Pur, sosok tetangga yang cukup julid dan kepo.
Bersama Bu Heri dan Bu Wira, ketiganya selalu kepo dengan kehidupan rumah tangga Murni (Ayushita) dan Dennis Adhiswara (Luki). Berperan menjadi sosok yang julid, Asri Welas mengaku cukup tertantang. Dirinya bahkan sering mendapat teguran dari sang sutradara lantaran saat berakting beberapa kali masih sering terlihat baik. Scroll untuk tahu cerita lengkapnya, yuk!
"Kesulitannya saya belum pernah main sejulid ini. Selalu kalau enggak terpuruk, susah banget ini julid, kadang-kadang Bayu 'jangan baik banget' karena aku ngomong gimana takut karena enggak pernah lidah segitunya. Jadi belajar bilang enggak di sini karena sebelumnya enggak," kata Asri Welas usai gala premiere film Cocote Tonggo, di Kawasan Kuningan Jakarta Selatan, Jumat 9 Mei 2025.
Cast and crew Cocote Tonggo, Foto: Isra Berlian
Photo :
- VIVA.co.id/Isra Berlian
Asri Welas menjelaskan, film Cocote Tonggo sangat merepresentasikan kehidupan di masyarakat. Hal ini bisa dirasakan meski kita hidup sebagai orang baik atau tidak, orang-orang akan terus mengomentari kehidupan kita.
"Baik atau tidak baik hidup kita selalu dikomentari baik atau tidak baik, apa yang kita dapat selalu ada orang yang suka atau tidak suka. Film ini menceritakan kita banget di dunia kita sebagai tetangga maupun di dunia digital kita. Bagaimanapun apa yang terjadi pada hidup kita mau selebriti atau bukan kalau tidak pada normalnya, jadi ada tuh bahasa normal. Normal menurut orang lain sama normal menurut kita beda banget, kalau dia tau kondisi you not in my shoes," sambung dia.
Memerankan sosok Bu Pur yang julid, jadi terbawa ke dalam kehidupannya. Setelah membawakan peran tersebut, dia semakin tidak berani untuk mengomentari kehidupan orang lain. Sebab berkaca pada sosok Bu Pur, ada trauma di masa lalu yang membuatnya menjadi sosok seperti itu.
"Film ini bercerita kamu tidak di sepatu kita jadi kalau kamu komentar apapun kamu sebenarnya tidak bisa karena kamu tidak di sepatu kita. Kamu tidak di dalam hidup kita, kamu tidak merasakan. Ada tindakan apa, kenapa aku bisa bermain segitu julidnya karena ada masa lalu. Jadi ketika ada orang komentar julid, mungkin ada masa lalu dia yang memang menyakitkan, maka disampaikan seperti itu. Begitu julid, apakah itu salah? Penonton yang menilai. Mau jadi posisi menjadi julid atau yang diposisi dijulidin?" terangnya.
"Saya tidak berani berkomentar apapun kenapa dia seperti itu ada sejarah di belakangnya kita nggak tau. Setelah nonton film ini saya semakin tidak berani berkomentar tentang orang lain, saya enggak tau," imbuhnya.
Halaman Selanjutnya
"Film ini bercerita kamu tidak di sepatu kita jadi kalau kamu komentar apapun kamu sebenarnya tidak bisa karena kamu tidak di sepatu kita. Kamu tidak di dalam hidup kita, kamu tidak merasakan. Ada tindakan apa, kenapa aku bisa bermain segitu julidnya karena ada masa lalu. Jadi ketika ada orang komentar julid, mungkin ada masa lalu dia yang memang menyakitkan, maka disampaikan seperti itu. Begitu julid, apakah itu salah? Penonton yang menilai. Mau jadi posisi menjadi julid atau yang diposisi dijulidin?" terangnya.