Jakarta, VIVA – Tim Penasihat hukum Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy mengatakan bahwa file call data record (CDR) yang dibawa jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) keasliannya tidak bisa dibuktikan.
Ronny menyampaikan hal itu melalui sidang nota pembelaan atau pledoi yang digelar di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis 10 Juli 2025. Hasto menjadi terdakwa dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan PAW DPR RI 2019-2024.
“File CDR seharusnya tidak dapat dikategorikan sebagai Alat Bukti atau Barang Bukti karena tidak dapat dibuktikan keaslian dan keabsahannya,” ujar Ronny di ruang sidang.
Adapun CDR merupakan data menyangkut detail panggilan, waktu, maupun transaksi telekomunikasi. Data ini bisa membaca lokasi seseorang berdasarkan sinyal tower.
Dalam persidangan, jaksa mengeklaim mengetahui Harun Masiku dan Hasto melarikan diri ke kawasan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) saat operasi tangkap tangan (OTT) berdasarkan data CDR.
Ronny menuturkan bahwa berdasarkan fakta persidangan, file CDR yang dihadirkan jaksa KPK di persidangan dan telah melalui analisisi oleh ahli, tidak bisa dijamin keasliannya.
Hal itu membuat file tersebut berisiko sudah dimanipulasi dan tidak lagi otentik.
Di sisi lain, kata Ronny, jaksa KPK dalam tuntutannya menyebut file CDR itu tidak langsung didapatkan penyelidik dari operator.
Jaksa KPK menyebut file CDR yang menjadi alat bukti berasal dari Flashdisk Sandisk Cruzer Blade, Kapasitas 16 GB dan Flashdisk Sandisk Cruzer Blade 64 GB.
“Majelis Hakim Yang Mulia, kita tidak pernah tahu Flashdisk ini diberikan oleh siapa dan apakah bisa dipercaya,” tutur Ronny.
Karena keaslian file CDR itu diragukan, Ronny meminta majelis hakim mengesampingkan alat atau barang bukti tersebut.
“Haruslah dikesampingkan dan tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim,” tutur Ronny.
Tidak hanya itu, Ronny juga menyoroti fakta persidangan yang menyatakan bahwa buktir CDR itu tidak melalui audit digital forensik.
Hal ini merujuk pada keterangan ahli digital forensik yang bekerja sebagai penyelidik KPK.
“Satu-satunya yang mempunyai kewenangan untuk menyatakan suatu dokumen telah melalui proses Digital Forensik adalah ahli digital forensik dan bukan penuntut umum,” tegas Ronny.
Sebelumnya, Jaksa penuntut umum (JPU) menjatuhi tuntutan 7 tahun penjara kepada Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto buntut kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan PAW DPR RI tahun 2019-2024.
Adapun sidang tuntutan Hasto digelar di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis 3 Juli 2025.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama 7 tahun," ujar jaksa dari KPK di ruang sidang.
Jaksa menilai bahwa Hasto secara sah melakukan perbuatan suap dan merintangi penyidikan kasus PAW DPR RI yang mengupayakan agar Harun Masiku menjadi caleg terpilih dapil Sumsel 1.
Kemudian, jaksa KPK juga menuntut Hasto agar membayar uang denda sebanyak Rp600 juta subsider 6 bulan.
Hasto Kristiyanto didakwa telah memberikan uang Rp600 juta untuk mengupayakan Harun Masiku bisa lolos menjadi anggota DPR RI periode 2019-2024. Harun Masiku diupayakan melalui proses PAW, sebab caleg Fraksi PDIP Nazaruddin Kiemas meninggal dunia sebelum dilantik.
Hasto turut serta memberikan suap untuk mantan komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan. Dia juga didakwa merintangi penyidikan dalam perkara PAW DPR 2019-2024.
Hasto menjadi sosok yang meminta Harun Masiku menenggelamkan ponsel selulernya ketika KPK melakukan OTT kepada Wahyu Setiawan. Sehingga, Harun Masiku tidak terdeteksi dan belum ditangkap sampai saat ini.
Pada perkaranya, Hasto dinilai telah melanggar Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a UU Pemberantasan TIpikor Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Jo. Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Halaman Selanjutnya
Di sisi lain, kata Ronny, jaksa KPK dalam tuntutannya menyebut file CDR itu tidak langsung didapatkan penyelidik dari operator.