Jakarta, VIVA – Musim 2024/25 sempat dibuka dengan ambisi tinggi bagi Inter Milan. Di bawah arahan pelatih Simone Inzaghi, Nerazzurri membidik gelar ganda domestik (Scudetto dan Coppa Italia) serta trofi Liga Champions untuk meraih treble—sebuah pencapaian langka dalam sepak bola modern.
Namun, menjelang akhir musim, mimpi itu berujung pahit: Inter menutup musim tanpa satu pun gelar, tertahan sebagai runner-up Serie A, tersingkir di semifinal Coppa Italia, dan kalah telak di final Liga Champions.
Dari mimpi treble, yang terjadi justru trouble! Itulah yang terjadi dengan La Benemata di musim ini.
1. Ambisi Awal: Bukan Sekadar Treble
Pada awal Maret 2025, Inzaghi bahkan sempat melakukan gestur tiga jari dalam konferensi pers, menegaskan ambisi Inter untuk meraih treble (Serie A, Coppa Italia, dan Liga Champions) musim ini. Pernyataan tersebut mencerminkan kepercayaan tinggi tim, karena pada saat itu Inter memang memimpin klasemen sementara Serie A dan masih berpeluang besar di dua kompetisi lainnya.
Lebih jauh, sebenarnya target Nerazzurri sempat direvisi menjadi quadruple, ketika Inzaghi menyadari masih membidik gelar Piala Dunia Antarklub (Club World Cup) pada Juni–Juli 2025 akibat lolos sebagai juara Liga Champions musim sebelumnya. Namun, hal ini hanya menambah beban mental dan jadwal padat, karena kompetisi domestik, Coppa Italia, Liga Champions, dan Piala Dunia Antarklub harus dituntaskan dalam kurun waktu yang sangat mepet.
2. Scudetto Gagal Diraih: Bersaing Ketat hingga Akhir
Posisi Akhir di Serie A
Napoli Juara Liga Italia Serie A
Inter menutup musim Serie A 2024/25 sebagai runner-up, tertinggal satu poin dari Napoli yang menjadi juara. Pada giornata terakhir, Inter kalah 1–0 dari Bologna, yang sekaligus menegaskan kekalahan mereka dalam persaingan gelar hingga detik akhir.
Sepanjang musim, performa Inter cukup konsisten, namun kekalahan-kekalahan penting di momen krusial—termasuk saat bersua Napoli dan AS Roma pada bulan April—membuat mereka gagal mempertahankan posisi puncak. Kekalahan itu juga menjadi sinyal kekhawatiran karena Inter hanya mampu mengumpulkan 13 poin dari 10 pertandingan melawan tim-tim papan atas liga, jauh di bawah rata-rata perolehan poin melawan tim kecil.
3. Gagal Hattrick Coppa Italia
Inter Milan saat melawan AC Milan di semifinal Coppa Italia
Photo :
- AP Photo/Luca Bruno
Inter memulai kampanye Coppa Italia dengan optimisme tinggi, mengingat mereka sudah dua tahun beruntun meraih trofi ini. Namun di semifinal, mereka kembali dihadang oleh AC Milan, rival sekota yang tampil superior dengan agregat 4–1. Kegagalan ini membuat Inzaghi dan skuadnya merasa sangat sakit hati, mengingat penguasaan bola dan penguasaan pertandingan sempat berada di pihak Nerazzurri hingga menit-menit akhir.
“Kami pantas mendapatkan hasil berbeda,” keluh Inzaghi usai pertandingan, mengakui bahwa kegagalan ini terutama disebabkan kurangnya ketajaman di fase akhir penyerangan serta terjadinya blunder penalti yang membuang peluang emas.
4. Kejatuhan di Final Liga Champions
PSG juara Liga Champions
Photo :
- AP Photo/Luca Bruno
Puncak kehancuran Inter datang pada 31 Mei 2025, ketika mereka kalah 5–0 di final Liga Champions melawan Paris Saint-Germain (PSG) di Allianz Arena, Munich. Gol-gol PSG dicetak oleh Achraf Hakimi (12’), Désiré Doué (20’, 63’), Khvicha Kvaratskhelia (73’), dan Senny Mayulu (86’). Hasil ini menjadi margin terbesar dalam sejarah final Liga Champions dan menegaskan betapa dominannya PSG pada malam itu.
Kekalahan ini juga mengakhiri impian Inter untuk meraih trofi Liga Champions pertama mereka sejak 2010. Bagi para penggemar Inter, momen tersebut adalah “nightmare” yang menandai akhir gagasan “mimpi trofi ketiga” Inzaghi—pasalnya, performa lini pertahanan mereka remuk oleh lini serang PSG yang menampilkan pemain-pemain muda penuh talenta.
5. Analisis Kegagalan: Apa yang Salah?
Beban Kompetisi yang Terlalu Berat
Jadwal yang sangat padat—bersaing di Serie A, dua leg semifinal/final Coppa Italia, dan Liga Champions—membuat rotasi skuad menjadi sulit. Banyak pemain kunci kelelahan menjelang fase akhir musim, sehingga ketika menghadapi pertandingan kritis, Inter tidak tampil dengan kondisi prima.
Beberapa peluang untuk mencuri poin di Serie A dan Coppa Italia gagal dimanfaatkan. Ya, Inter unggul secara taktis di banyak pertandingan, tapi ketika berada di bawah tekanan, mereka terlihat goyah—terutama di semifinal Coppa Italia dan final Liga Champions.
Kurang Solusi Cadangan
Di lini pertahanan, ketergantungan pada pemain-pemain inti membuat Inter kesulitan ketika harus melakukan rotasi. Ketika menghadapi PSG, taktik Inzaghi yang biasanya solid justru mudah ditembus, terutama ketika lini tengah gagal menahan efek pressing tinggi Les Parisiens.
6. Dampak Bagi Klub dan Penggemar
Kegagalan meraih satu pun gelar menjadi pukulan hati bagi pendukung setia Inter. Giuseppe Meazza yang biasanya ramai dengan sorakan “Forza Inter!” pada momen-momen penting, justru menjadi sunyi usai kekalahan memalukan di Munich. Banyak penggemar menanyakan arah tim ke depan, terutama saat beberapa pemain kunci digadang-gadang bakal hengkang.
Di level manajemen, presiden klub Giuseppe Marotta dan jajaran direksi kini harus mengevaluasi kebijakan transfer dan performa tim secara menyeluruh agar musim depan Inter bisa kembali menjadi pesaing serius. Konsistensi Inzaghi sebagai pelatih pun dipertanyakan—apakah ia mampu bangkit setelah musim “tergelap” ini, ataukah kenaikan banderol gaji dan beban ekspektasi justru membuat Inter perlu mencari figur baru? Ligaolahraga.comLigaolahraga.com
7. Penutup: Belajar dari Kekalahan
Musim 2024/25 bagi Inter Milan adalah pelajaran pahit tentang bagaimana mimpi treble bisa berakhir menjadi “empty-handed” (kosong tangan). Dari posisi terdepan di Serie A hingga semifinal Coppa Italia, hingga final Liga Champions, Inter sempat berada di puncak ekspektasi. Namun, tiga faktor krusial—beban kompetisi, mental yang runtuh di momen krusial, dan keterbatasan skuad—membuat semua ambisi itu sirna.
Kini, fokus Inter terletak pada perbaikan: meredam ekspektasi berlebih, memperkuat skuat di bursa transfer, dan mempersiapkan mental pemain agar lebih tahan tekanan. Bagaimanapun, sejarah mencatat bahwa klub sebesar Inter selalu punya peluang untuk bangkit. Dan bagi para penggemar Nerazzurri, kegagalan musim ini bisa menjadi cambuk untuk merangkul kembali semangat “huge club, huge heart” dan membangun kembali jalan menuju kejayaan.
Halaman Selanjutnya
Source : Serie A