Jakarta, VIVA - Senator Papua Barat, Filep Wamafma merespon keresahan hingga sikap penolakan masyarakat adat terhadap keberadaan banyak tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Diketahui, Raja Ampat selama ini dikenal sebagai ikon pariwisata dan pusat konservasi tapi diduga terancam karena maraknya tambang nikel.
“Kita memahami resistensi masyarakat adat yang semakin merasa khawatir atas potensi ancaman bagi lingkungan dan juga ruang hidupnya,” kata Filep di Jakarta pada Selasa, 20 Mei 2025.
Anggota Komite I DPD RI Filep Wamafma
Photo :
- Dokumentasi DPD RI
Dalam 5 tahun terakhir, kata dia, ekspansi IUP nikel di Raja Ampat melonjak drastis, dengan penambahan wilayah konsesi seluas 494 hektare. Maka, muncul reaksi masyarakat adat Suku Betew dan Maya dari 12 kampung di Distrik Waigeo Barat Kepulauan dan Distrik Waigeo Barat Daratan, menyatakan penolakan terhadap aktivitas tambang di Pulau Batan Pele dan Pulau Manyaifun itu. Bahkan, aspirasi ini sudah sampai ke DPRD pada 24 Maret 2025.
“Kita cermati alasan penolakan ini adalah karena areal konsesi tambang itu disebut merupakan wilayah adat dan kawasan hutan lindung sehingga aktivitas bisnis ekstraktif tambang nikel dikhawatirkan akan menggunduli hutan, merusak dan mencemari lingkungan sekitar dan ekosistem laut. Tentu, hal ini patut kita perhatikan,” ujar Ketua Komite III DPD RI ini.
Menurut dia, wisata Raja Ampat merupakan penggerak ekonomi kerakyatan. Kemudian, mayoritas penduduk Raja Ampat punya hubungan yang erat dengan laut, sektor perikanan jadi tulang punggung ekonomi keluarga, yang sekaligus berkontribusi ke pendapatan daerah.
“Oleh sebab itu, sangat beralasan bila penolakan terus dilakukan atas tambang nikel. Kita bisa cek data BPS soal jumlah wisatawan, rata-rata lama tinggal, dan tingkat hunian akomodasi, yang mengindikasikan jelas pariwisata sebagai penggerak ekonomi utama,” jelas dia.
Diketahui, sejauh ini baru terdapat Peraturan Bupati (Perbup) Raja Ampat Nomor 8 Tahun 2017 tentang Perlindungan Ikan, Biota Laut dan Potensi SDA Lainnya di Wilayah Pesisir Laut dalam Petuanan Adat Suku Maya Raja Ampat; Perda Nomor 27/2008 tentang Kawasan Konservasi Laut Daerah, Perda Nomor 8/2010 tentang Pengelolaan Terumbu Karang, Perda Nomor 8/2012 tentang Perlindungan Hutan Mangrove dan Hutan Pantai, serta Perda Nomor 9/2012 tentang Larangan Penangkapan Ikan Hiu, Pari Manta, dan Jenis Ikan Tertentu di Perairan Laut Raja Ampat.
“Semua Perda ini hanya mengurus soal kelautan dan perikanan di Raja Ampat, demi menunjang ekonomi masyarakat dan pariwisata. Oleh karena itu, sangat penting mengeluarkan perda pengelolaan SDA dan mineral di wilayah Raja Ampat, karena akan berpengaruh pada perikanan dan pariwisata,” katanya lagi.
Selanjutnya, Filep mengatakan pemerintah perlu meningkatkan standar pengelolaan lingkungan dalam industri pertambangan nikel, termasuk pengelolaan limbah tambang, pengelolaan air, dan mitigasi dampak lingkungan. Kemudian, pemerintah harus menyelenggarakan mitigasi dampak lingkungan secara cepat, tepat, dan terintegrasi.
Maka dari itu, Filep menegaskan Komite III DPD RI memberikan atensi atas masalah yang terjadi di Raja Ampat terkait dugaan pencemaran lingkungan oleh sejumlah perusahaan. Sebab, kata dia, merugikan objek pariwisata dan lingkungan di Raja Ampat.
“Komite III DPD RI memberikan atensi atas masalah ini yang diduga merugikan objek pariwisata dan lingkungan. Maka, saya mendorong pemerintah pusat yakni kementerian terkait hingga Pemda untuk memeriksa dan meninjau kembali kebijakan pengelolaan tambang nikel di Raja Ampat. Kedua, segera mengeluarkan Perda terkait pengelolaan SDA dan Mineral di wilayah Raja Ampat untuk memperkuat peraturan yang sudah ada,” pungkasnya.
Halaman Selanjutnya
Diketahui, sejauh ini baru terdapat Peraturan Bupati (Perbup) Raja Ampat Nomor 8 Tahun 2017 tentang Perlindungan Ikan, Biota Laut dan Potensi SDA Lainnya di Wilayah Pesisir Laut dalam Petuanan Adat Suku Maya Raja Ampat; Perda Nomor 27/2008 tentang Kawasan Konservasi Laut Daerah, Perda Nomor 8/2010 tentang Pengelolaan Terumbu Karang, Perda Nomor 8/2012 tentang Perlindungan Hutan Mangrove dan Hutan Pantai, serta Perda Nomor 9/2012 tentang Larangan Penangkapan Ikan Hiu, Pari Manta, dan Jenis Ikan Tertentu di Perairan Laut Raja Ampat.