Jakarta, VIVA - Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, M. Hanif Dhakiri menyampaikan apresiasi atas kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang menghapus kuota impor untuk sejumlah komoditas strategis. Menurut dia, langkah tersebut sebagai bentuk reformasi ekonomi yang progresif, serta sinyal kuat bahwa pemerintah serius membongkar tata niaga yang selama ini dikuasai kelompok rente dan praktik tidak sehat.
“Presiden mengambil langkah yang tepat dan berani. Ini membuka jalan bagi perbaikan struktur perdagangan nasional yang lebih efisien dan transparan,” kata Hanif di Jakarta pada Kamis, 10 April 2025.
M Hanif Dakhiri di Istana Negara
Namun, Hanif mengingatkan bahwa liberalisasi impor tidak boleh dilepaskan begitu saja tanpa pengaman dan kebijakan penyeimbang. Tentu, kata dia, Negara tetap memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa produsen dalam negeri tidak tergilas oleh kompetisi pasar bebas yang belum sepenuhnya setara.
“Pasar bebas harus disertai keadilan. Jangan sampai pelaku usaha nasional, terutama yang selama ini menopang kebutuhan pokok masyarakat, kehilangan ruang hidup karena banjir produk impor murah,” ujar mantan Menteri Ketenagakerjaan RI periode 2014-2019 ini.
Selain menjaga keseimbangan dalam kebijakan impor, Hanif mengatakan pemerintah perlu mempercepat penguatan industri substitusi impor, yakni sektor-sektor strategis yang mampu memproduksi barang yang selama ini terlalu bergantung pada luar negeri.
“Jangan hanya bicara soal membuka pintu, tapi juga menyiapkan dapur sendiri. Penguatan industri substitusi impor adalah kunci kemandirian ekonomi jangka panjang,” jelas dia.
Selain itu, Hanif juga menekankan pentingnya menjadikan kebijakan ini sebagai bagian dari negosiasi dagang yang adil dan timbal balik. Jika Indonesia membuka pasar bagi produk negara mitra, maka akses pasar ekspor Indonesia harus buka dengan setara.
“Langkah Presiden sudah benar. Sekarang tinggal bagaimana pemerintah menjaga keseimbangan antara efisiensi pasar dan keberpihakan terhadap pembangunan industri nasional,” kata Wakil Ketua Umum PKB ini.
Terkait strategi pemerintah memperluas impor dari Amerika Serikat sebagai bagian dari upaya menyeimbangkan hubungan dagang, Hanif menyebut pendekatan itu realistis secara diplomatik, namun tetap harus diarahkan secara strategis agar mendukung ketahanan ekonomi nasional.
“Impor harus selektif dan bersifat komplementer, bukan substitusi terhadap apa yang bisa diproduksi di dalam negeri. Kita bisa memperluas hubungan dagang, tapi tetap dengan keberpihakan pada industri dan petani kita sendiri,” pungkasnya.
Halaman Selanjutnya
Selain itu, Hanif juga menekankan pentingnya menjadikan kebijakan ini sebagai bagian dari negosiasi dagang yang adil dan timbal balik. Jika Indonesia membuka pasar bagi produk negara mitra, maka akses pasar ekspor Indonesia harus buka dengan setara.