Guru Besar Pajak UI Bantah Dakwaan Impor Gula: Bukan Kerugian Negara

4 hours ago 1

Kamis, 9 Oktober 2025 - 20:31 WIB

Jakarta, VIVA – Sidang perkara tindak pidana korupsi terkait impor gula diwarnai dengan keterangan ahli yang membongkar kelemahan fundamental dalam dakwaan penuntut umum.

Prof. Haula Rosdiana, Guru Besar Kebijakan Pajak Universitas Indonesia, secara tegas menyatakan bahwa seluruh pungutan negara yang dianggap sebagai kerugian negara oleh jaksa, pada kenyataannya bukanlah penerimaan final dan akan dikembalikan kepada perusahaan melalui mekanisme perpajakan yang berlaku.

Di depan majelis hakim, Prof. Haula menjelaskan bahwa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPh Pasal 22 atas impor yang dibayar oleh perusahaan, sama sekali bukan uang yang hilang bagi negara.

"PPN yang dibayar pada saat impor adalah pajak masukan yang akan dikreditkan. Mekanismenya diatur dalam Pasal 16A UU PPN. Dengan kata lain, uang ini akan dikembalikan kepada perusahaan (terdakwa) dalam mekanisme perpajakan normal," tegas Prof. Haula di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis 9 Oktober 2025.

Hal serupa juga berlaku untuk PPh Pasal 22 Impor, yang berstatus sebagai angsuran pajak atau kredit pajak yang akan mengurangi kewajiban Pajak Penghasilan (PPh) Badan di akhir tahun.

"Dakwaan yang menyatakan angka Rp 63 miliar lebih sebagai kerugian negara adalah keliru. Perhitungan jaksa mengabaikan hak-hak fiskal terdakwa sebagai wajib pajak. Sebagian besar dari nilai tersebut seharusnya tidak dianggap sebagai kerugian karena sifatnya yang sementara dan akan dikembalikan," lanjutnya.

Prof. Haula juga menegaskan bahwa Bea Masuk yang dibayar, sebagaimana tercantum dalam dokumen impor, merupakan bagian dari biaya yang dapat dibebankan. Biaya ini akan mengurangi penghasilan kena pajak perusahaan, yang merupakan hal yang sah dan diatur dalam undang-undang perpajakan.

"Dengan demikian, logika yang menyatakan Bea Masuk sepenuhnya menjadi 'kerugian' juga tidak tepat, karena ia berpengaruh pada penghitungan pajak penghasilan yang lebih rendah. Negara tidak kehilangan, tetapi menerimanya dalam pos dan siklus akuntansi yang berbeda," paparnya.

Yang tak kalah penting, ahli ini menyoroti fakta bahwa kegiatan impor yang dilakukan terdakwa telah memenuhi semua persyaratan administrasi dan mendapat persetujuan dari instansi berwenang, dalam hal ini Bea Cukai.

Halaman Selanjutnya

"Bea Cukai, sebagai ujung tombak pengawasan, telah menerbitkan semua dokumen dan memungut semua pajak yang menjadi kewajiban. Ini adalah bukti bahwa importasi ini diakui dan dilegalkan oleh negara. Jika memang barangnya terlarang, Bea Cukai memiliki kewenangan untuk tidak merilis barang sama sekali," ujar Prof. Haula.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |