Jakarta, VIVA – Hilirisasi batu bara dinilai merupakan langkah strategis untuk mentransformasi ekonomi Indonesia menuju kedaulatan energi dan penguatan industri nasional.
Anggota Komisi XII DPR RI Dewi Yustisiana menegaskan, ekspor batu bara Indonesia sangat besar. Dari data Kementerian ESDM dari total penjualan 811,01 juta ton, sekitar 433,17 juta ton diekspor ke berbagai negara.
"Selama ini Indonesia terlalu bergantung pada ekspor bahan mentah, padahal potensi batu bara sangat besar untuk diolah menjadi produk bernilai tinggi," kata Dewi dalam keterangannya di Jakarta, Minggu, 11 Mei 2025.
Dia menjabarkan bahwa salah satu prioritas hilirasi adalah gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) sebagai substitusi LPG impor, seperti yang tengah dijalankan oleh PT Bukit Asam (PT BA) di Tanjung Enim. Selain itu, batu bara juga dapat diolah menjadi bahan baku industri penting seperti metanol dan urea untuk sektor petrokimia dan pupuk.
Batu Bara PT Sumber Global Energi Tbk (SGER)
PT BA dengan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) juga mengembangkan Subtitute Natural Gas (SNG) atau gas alam sintetis yang memungkinkan batu bara diubah menjadi bahan bakar cair seperti diesel dan bensin sintetis, juga menjadi bagian dari peta jalan hilirisasi meski masih dalam tahap awal.
Dewi pun menyoroti pentingnya diversifikasi produk hilirisasi seperti briket, karbon aktif, hingga grafit sintetis untuk mendukung berbagai industri termasuk industri baterai kendaraan listrik yang sedang berkembang.
Ilustrasi batu bara (dok. MIND ID)
Photo :
- VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya
Untuk mendukung akselerasi hilirisasi batu bara, pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM terus melakukan langkah-langkah strategis. Karena itu, Dewi mendorong pemerintah menyiapkan berbagai insentif fiskal dan non-fiskal, termasuk pembebasan pajak, kemudahan perizinan, serta skema off-taker untuk menjamin kepastian pasar.
“Hilirisasi ini bukan semata proyek ekonomi, tapi bagian dari agenda besar menciptakan ekonomi yang mandiri dan berdaulat,” tegas legislator asal Daerah Pemilihan Sumatera Selatan II itu.
Lebih lanjut dia juga mengingatkan upaya itu menghadapi tantangan besar seperti kebutuhan investasi tinggi. Kemudian, ketergantungan teknologi asing, serta ketidakpastian harga pasar produk hilir dibandingkan batu bara mentah. (Ant)
Halaman Selanjutnya
Source : VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya