Jakarta, VIVA – Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) memberikan peringatan tegas kepada Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) atau dikenal travel haji khusus untuk memperhatikan aspek perlindungan kesehatan bagi jemaah haji khusus Indonesia.
PIHK diminta memastikan layanan kesehatan bukan sekadar formalitas, melainkan perlindungan nyata selama jemaah menjalani ibadah di Tanah Suci.
Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus, Nugraha Stiawan
Kementerian Agama menegaskan komitmennya untuk memperketat layanan haji khusus tahun ini, terutama dalam hal kesiapan layanan medis dan ketersediaan asuransi yang benar-benar bisa digunakan saat dibutuhkan.
Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus, Nugraha Stiawan, menyampaikan bahwa sebagian besar jemaah haji khusus merupakan lansia atau orang yang memerlukan perhatian khusus, sehingga aspek kesehatan menjadi sangat krusial.
“Salah satu kewajiban Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) yang kami tekankan adalah kerja sama resmi dengan rumah sakit di Arab Saudi. Kami masih menemukan kasus jemaah bingung saat jatuh sakit karena tidak ada rujukan jelas, tidak ada dokter pendamping, dan asuransi belum bisa langsung digunakan,” tegas Nugraha dalam konferensi pers operasional haji hari ke-9 di Jakarta.
Ia menekankan, setiap PIHK harus memiliki sistem penanganan darurat yang konkret, dengan kejelasan rumah sakit rujukan, dokter siaga, dan sistem komunikasi yang selalu aktif. Selain itu, Kemenag kini tengah merumuskan standar minimal asuransi yang wajib dimiliki setiap PIHK.
“Asuransi bukan sekadar lampiran dokumen. Ini harus menjadi instrumen perlindungan nyata bagi jemaah selama berada di Tanah Suci,” lanjutnya.
Upaya peningkatan kualitas layanan ini juga ditandai dengan pelaksanaan Orientasi Perdana Petugas Haji Khusus. Kegiatan ini diikuti oleh petugas dari 156 PIHK dan melibatkan instansi terkait seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Luar Negeri, serta Kantor Urusan Haji (KUH) Indonesia.
Nugraha menegaskan pentingnya sinergi antarpetugas lintas lembaga demi kenyamanan dan keselamatan jemaah. “Semua petugas, walau berasal dari instansi berbeda, harus bekerja sebagai satu tim demi pelayanan terbaik kepada jemaah,” tegasnya.
Sebagai informasi, kloter pertama jemaah haji khusus akan diberangkatkan pada 13 Mei 2025. Dari total kuota haji Indonesia, sebanyak 8 persen atau sekitar 17.680 jemaah merupakan jemaah haji khusus.
Menutup keterangannya, Nugraha kembali mengingatkan bahwa haji bukan semata bisnis perjalanan, tapi ibadah yang harus dijalani dengan penuh tanggung jawab.
“Pastikan setiap jemaah kembali dengan hati tenang, tubuh sehat, dan jiwa bersih. Karena melayani jemaah adalah bagian dari ibadah itu sendiri,” pungkasnya.
Halaman Selanjutnya
“Asuransi bukan sekadar lampiran dokumen. Ini harus menjadi instrumen perlindungan nyata bagi jemaah selama berada di Tanah Suci,” lanjutnya.