Jakarta, VIVA – Tren kerja yang dulu identik dengan Tiongkok kini mulai menular ke Amerika Serikat. Pola kerja “996”, yang berarti bekerja dari pukul 9 pagi hingga 9 malam selama enam hari seminggu, tengah menjadi tren di sejumlah perusahaan rintisan, terutama di sektor teknologi dan kecerdasan buatan (AI).
Jika terdengar seperti kerja 72 jam yang melelahkan, memang itulah tujuannya. Model kerja ini semula populer di Tiongkok hingga memicu protes dan bahkan tudingan menyebabkan kematian beberapa pekerja.
Kini, sejumlah perusahaan di AS mulai mengadopsinya demi mengejar percepatan inovasi dan pertumbuhan. “Tren ini paling banyak terlihat di kalangan startup AI yang menerapkan pola kerja seperti ini untuk mempercepat pertumbuhan dan tetap kompetitif secara global,” ujar Keith Spencer, pakar karier di FlexJobs, sebagaimana dilansir dari Fast Company, Senin, 27 Oktober 2025.
Menurut Spencer, meski terdengar berat, sebagian pekerja muda justru tertarik pada gaya kerja ekstrem ini. “Beberapa karyawan, terutama generasi muda, mungkin justru menyambut tingkat dedikasi seperti ini, apalagi bila disertai bayaran atau insentif tambahan,” katanya.
Ilustrasi sedang bekerja.
Photo :
- freepik.com/tirachardz
Budaya “996” mendapat dorongan tambahan dari tokoh-tokoh teknologi besar seperti Elon Musk, yang dikenal mempromosikan etos kerja ekstrem. “Ada banyak tempat kerja yang lebih mudah, tapi tidak ada yang mengubah dunia hanya dengan bekerja 40 jam seminggu,” kata Musk dalam sebuah unggahan di platform X pada 2018.
Beberapa startup AI di AS bahkan secara terbuka mencari karyawan yang “obsesif.” Di laman karier perusahaan Rilla, misalnya, pelamar diminta untuk tidak mendaftar jika tidak bersemangat bekerja 70 jam per minggu secara langsung dengan orang-orang paling ambisius di New York.
Will Gao, Head of Growth Rilla, mengatakan kepada Wired bahwa pola kerja semacam ini menjadi semacam subkultur baru di kalangan Gen Z. “Ada generasi yang tumbuh dengan kisah Steve Jobs dan Bill Gates, orang-orang yang mendedikasikan hidupnya untuk membangun perusahaan yang mengubah dunia,” ujarnya.
Di startup Cognition di San Francisco, kantor bahkan dilengkapi dengan tempat tinggal bagi karyawan yang tidak punya waktu pulang. “Cognition punya budaya performa ekstrem, dan kami jujur tentang hal ini sejak proses rekrutmen agar tidak ada kejutan di kemudian hari. Kami rutin bekerja di akhir pekan dan sering kali melakukan pekerjaan terbaik kami larut malam. Banyak dari kami benar-benar tinggal di tempat kami bekerja,” ungkap CEO Scott Wu.
Halaman Selanjutnya
Namun di balik semangat kerja tinggi, risiko burnout membayangi. Survei Care.com tahun 2025 menunjukkan bahwa perusahaan memperkirakan 45 persen karyawannya berisiko mengalami burnout. Kenyataannya, 69 persen pekerja mengaku berada pada tingkat risiko sedang hingga tinggi.

3 hours ago
2









