VIVA – Autism Spectrum Disorder (ASD) atau gangguan spektrum autisme adalah kelainan perkembangan saraf yang muncul akibat perbedaan struktur dan fungsi otak. Hingga kini, penyebab pasti dari autisme masih belum diketahui secara ilmiah.
Namun, muncul kekhawatiran baru di tengah masyarakat mengenai peran teknologi dalam memengaruhi tumbuh kembang anak.
Salah satunya adalah dugaan bahwa penggunaan gadget secara berlebihan bisa memicu gejala mirip autisme, yang kini dikenal dengan istilah virtual autism atau autisme virtual. Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.
Fenomena ini dibahas oleh Dokter Spesialis Anak Konsultan Neurologi, dr. Amanda Soebadi, SpA Subsp. Neuro(K), MMed. Menurut dr. Amanda, perkembangan zaman telah membuat gadget menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.
Ilustrasi anak kecanduan gadget.
Tak hanya orang dewasa, anak-anak pun kini terpapar gawai sejak usia sangat dini. Bahkan, sebagian besar anak menghabiskan sebagian besar waktu terjaga mereka dengan menatap layar.
"Digital nanny itu adalah paparan gadget pada usia dini lebih dari setengah waktu anak bangun dalam sehari. (Misalkan) dia dalam satu hari terjaga selama 14 jam. Jadi 14 jam itu lebih dari 7 jamnya dia terpapar gadget, apakah itu laptop atau tablet atau TV-nya, TV itu juga termasuk, atau HP," ungkap dr Amanda, dalam sebuah media briefing secara daring pada Selasa 15 April 2025.
Penggunaan gadget secara berlebihan ini menggantikan interaksi sosial yang seharusnya terjadi secara alami antara anak dan lingkungannya, baik dengan sorang tua, pengasuh, maupun teman sebaya.
Ilustrasi Anak Kecanduan Gadget
Akibatnya, anak kehilangan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan komunikasi dan keterampilan sosial yang sangat penting pada masa pertumbuhan.
“Digital nanny” atau pengasuh digital ini menyebabkan anak tidak mendapatkan stimulasi sosial yang cukup, seperti kontak mata, ekspresi wajah yang sesuai, atau respon terhadap panggilan.
Lambat laun, anak menunjukkan perilaku menyimpang yang menyerupai gejala autisme.
"Anak yang terpapar gadget sejak usia dini, memang dapat menyebabkan kesulitan komunikasi sosial, dan perilaku yang tidak lazim. Gangguan perkembangan otak anak ini dijuluki sebagai virtual autism atau autisme virtual," katanya.
Ilustrasi anak main HP/gadget.
Meskipun demikian, dr. Amanda menegaskan bahwa autisme virtual berbeda dengan autisme yang sebenarnya.
Perilaku anak memang menyerupai autisme, namun sifatnya bisa dibalik atau diperbaiki jika intervensi dilakukan dengan tepat.
"Maka sekarang ada yang dikenal sebagai virtual autism. Ini istilah beneran, istilah yang ada di literatur. Pola perilakunya mirip autism. Kalau saya bilang mirip, berarti ini bukan autism," paparnya.
Berbeda dengan autisme sejati yang berkaitan dengan kondisi neurobiologis permanen, gejala autisme virtual dapat membaik secara signifikan jika paparan gadget dihentikan dan anak mendapatkan stimulasi yang tepat.
"Jadi anaknya bisa balik lagi (seperti semula sebelum terpapar gadget)," tutup dr. Amanda Soebadi.
Lebih lanjut, gejala yang umum terlihat pada autisme virtual antara lain: anak tidak merespon saat dipanggil, kurang melakukan kontak mata, ekspresi wajah yang datar atau tidak sesuai, hingga perilaku repetitif yang tidak biasa.
Hal ini lebih disebabkan oleh kurangnya stimulasi sosial dan komunikasi.
"Dia biasanya menunjukkan perilaku autisme kalau dipanggil tidak merespon, kontak matanya kurang, ekspresi wajah kurang atau tidak sesuai. Itu karena kurang atau salah stimulasi," kata dr Amanda.
Halaman Selanjutnya
Akibatnya, anak kehilangan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan komunikasi dan keterampilan sosial yang sangat penting pada masa pertumbuhan.