Penjualan Seret, Raksasa Ritel Ini PHK Ribuan Karyawan

3 hours ago 1

Senin, 27 Oktober 2025 - 09:20 WIB

Jakarta, VIVA – Raksasa ritel asal Amerika Serikat, Target Corporation, tengah menghadapi masa sulit yang memaksa perusahaan mengambil langkah besar. Baru-baru ini, Target mengumumkan akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 1.800 karyawan kantor pusat, atau sekitar delapan persen dari total tenaga kerja korporatnya. 

Kebijakan ini menjadi gelombang PHK terbesar dalam sepuluh tahun terakhir. Langkah ini diambil untuk memperbaiki kinerja yang mandek dan menata ulang struktur organisasi yang dinilai terlalu rumit.

Pengumuman tersebut disampaikan melalui memo internal dari Michael Fiddelke, yang saat ini menjabat sebagai Chief Operating Officer dan akan resmi menjadi CEO pada 1 Februari 2026, menggantikan Brian Cornell. Dalam pesannya kepada karyawan, Fiddelke menilai bahwa kompleksitas internal perusahaan selama ini justru menghambat pertumbuhan. 

“Kenyataannya, kompleksitas yang kita bangun selama ini justru menahan laju kita. Terlalu banyak lapisan dan pekerjaan yang tumpang tindih telah memperlambat pengambilan keputusan dan menyulitkan lahirnya ide-ide baru,” tulisnya sebagaimana dilansir dari CNBC, Senin, 27 Oktober 2025.

Fiddelke mengakui langkah ini berat, tetapi diperlukan untuk membangun masa depan perusahaan yang lebih kuat. “Ini adalah langkah yang sulit, tetapi merupakan bagian penting untuk membangun masa depan Target dan memungkinkan kemajuan serta pertumbuhan yang kita semua harapkan.”

Menurut penjelasan perusahaan, dari total 1.800 posisi yang dipangkas, sekitar 1.000 karyawan akan langsung di-PHK, sedangkan 800 posisi lainnya akan dibiarkan kosong dan tidak diisi kembali. Para pegawai yang terdampak akan tetap menerima gaji dan tunjangan hingga 3 Januari 2026, disertai paket pesangon tambahan. 

Seorang juru bicara Target memastikan bahwa tidak ada karyawan di toko maupun di rantai pasokan yang terkena dampak PHK tersebut.

Selama empat tahun terakhir, Target terus berjuang menghadapi tekanan bisnis yang semakin besar. Perusahaan ini mengalami penurunan penjualan yang cukup lama, disertai penurunan lalu lintas pengunjung toko serta masalah pengelolaan stok barang. 

Target bahkan memperkirakan kinerjanya tahun ini juga tidak akan membaik, dengan potensi penurunan penjualan kembali terjadi pada 2025.

Sejak mencapai puncak harga saham tertinggi pada akhir 2021, nilai saham Target telah merosot sekitar 65 persen. Sebaliknya, saham pesaing terdekatnya, Walmart, justru melonjak sekitar 123 persen dalam lima tahun terakhir. 

Halaman Selanjutnya

Menurut analisis dari GlobalData Retail, salah satu penyebab kesenjangan tersebut adalah struktur bisnis Target yang lebih bergantung pada produk non-esensial seperti pakaian, perlengkapan rumah, dan barang gaya hidup. 

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |