Jakarta, VIVA - DPR melalui Komisi X yang membidangi urusan pendidikan menyoroti persoalan 4 sekolah di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, yang dilarang menerima siswa baru oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH).
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, MY Esti Wijayati khawatir dengan persoalan karena akan terhambat akses pendidikan bagi anak-anak di wilayah tersebut.
“Persoalan ini harus diselesaikan dengan baik dan mengedepankan kepentingan peserta didik,” kata MY Esti Wijayati, dalam keterangannya, Kamis, 10 Juli 2025.
Esti mengatakan kebijakan apa pun yang diambil Pemerintah dan lembaga terkait tak boleh menjadikan anak-anak sebagai korban.
"Jangan sampai anak-anak kehilangan hak untuk menempuh pendidikan hanya karena persoalan administratif atau kebijakan wilayah konservasi,” tuturnya.
Esti pun menyampaikan bahwa proses pembelajaran dan penerimaan siswa baru seharusnya tetap bisa dilakukan. Apabila memang kebijakan relokasi mandiri di kawasan konservasi itu jadi keputusan akhir, maka proses pemindahan sekolah anak-anak bisa diatur kemudian.
“Rehabilitasi kawasan konservasi memang penting, tapi kebijakan harus komprehensif dan memikirkan kebutuhan semua pihak, termasuk sekolah. Anak-anak tak boleh kehilangan hak pendidikan yang merupakan amanat konstitusi,” jelas Esti.
Anggota DPR RI MY Esti Wijayati.
Kemudian, Esti juga mendesak Pemerintah agar segera menyiapkan alternatif untuk menampung anak-anak dari daerah sekitar yang akan melanjutkan pendidikan. Dengan demikian, mereka tidak terputus dari jenjang sekolah.
“Negara wajib menjamin akses pendidikan bagi seluruh warga negara tanpa terkecuali, termasuk yang tinggal di wilayah konservasi,” lanjut Legislator PDIP dari Dapil Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) itu.
Dia mengatakan tugas itu sudah jadi kewajiban pemerintah untuk memastikan generasi penerus dapat akses pendidikan yang layak dari negara.
"Kita minta kolaborasi Pemerintah pusat dan daerah memberikan solusi agar anak-anak di kawasan TNTN bisa tetap menerima pendidikan di sekolah,” ujar Esti.
Menurut dia, pendekatan darurat tak boleh jadi normalisasi kekurangan. Apalagi, kata dia, Indonesia saat ini masih memiliki pekerjaan rumah (PR) terhadap tingginya angka putus sekolah anak-anak.
“Dengan penghentian pembukaan akses pendidikan di kawasan TNTN, hal tersebut berpotensi menambah lagi angka putus sekolah. Ini harus dihindari. Jangan sampai anak-anak menjadi korban karena kebijakan tambal sulam,” tuturnya.
Lebih lanjut, Esti mendorong agar pelaksanaan relokasi di kawasan TNTN Riau ditunda dulu sementara waktu. Ia menyarankan demikian agar ada solusi bagi masyarakat yang terdampak. Khususnya terhadap layanan pendidikan di sekitar wilayah konservasi tersebut.
Hal ini menyusul informasi adanya ribuan anak SD dan SMP di Tesso Nilo yang tidak bisa daftar ulang sekolah akibat kebijakan relokasi. Belum lagi banyaknya kebun dan rumah warga, serta sekolah yang akan digusur.
Sebanyak 11.000 KK atau 40 ribu jiwa diketahui diharuskan melakukan relokasi mandiri maksimal hingga 22 Agustus mendatang agar 80 ekor Gajah bisa medapatkan tempat tinggal yang layak. Sementara sekolah yang berada di luar kawasan tersebut berjarak 20 Km lebih.
“Kita mendukung upaya penyelamatan hutan konservasi. Tapi saya harap pelaksanaannya ditunda dulu sampai ada kepastian terhadap nasib warga yang terdampak, terutama bagi anak-anak sekolah,” ujar Esti.
“Pemerintah harus segera melakukan evaluasi terhadap pendirian sekolah yang ada. Pemindahan tidak bisa dilakukan tergesa karena ada banyak hal yang perlu dilakukan. Mari kita cari dulu win-win solution bagi semua pihak,” tuturnya.
Halaman Selanjutnya
Source :