Jakarta, VIVA – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap kasus tewasnya terapis spa berusia 14 tahun berinisial RTA, yang diduga masih berusia 14 tahun, di kawasan Jakarta Selatan. Kemen PPPA bersama Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Provinsi DKI Jakarta terus memantau perkembangan kasus ini dan mendorong aparat kepolisian untuk mengungkap fakta sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
“Hingga saat ini, kronologi pasti meninggalnya korban masih dalam tahap penyelidikan oleh Polres Metro Jakarta Selatan. Identitas terlapor atau pihak yang diduga terlibat juga belum diketahui. Kemen PPPA akan terus berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dan pemerintah daerah untuk memastikan penanganan kasus berjalan dengan transparan dan berpihak pada kepentingan terbaik anak,” ujar Arifah Fauzi.
Arifah menyampaikan, Polres Metro Jakarta Selatan terus melakukan penyelidikan terkait kasus kematian korban. Berbagai spekulasi yang beredar di publik mengenai penyebab kematian korban belum dapat dipastikan, sebab tim penyidik masih menunggu hasil otopsi resmi. Selain itu, dugaan adanya praktik eksploitasi anak maupun Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) terhadap korban kini juga sedang didalami lebih lanjut oleh penyidik.
Berdasarkan analisis hukum awal, terdapat indikasi bahwa korban diduga mengalami tindak pidana eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual terhadap anak. Jika hal ini terbukti, maka perbuatan tersebut melanggar pasal 76I UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sesuai pasal 88 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Selain itu, ada dugaan RTA menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang telah diatur dalam pasal 2 ayat (1) UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yakni Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
“Namun demikian, karena saat ini masih proses penyelidikan dan masih menunggu hasil dari otopsi jenazah korban sehingga kepastian mengenai ada tidaknya tindak pidana tersebut nantinya perlu dipastikan kembali. Jika benar adanya, maka seluruh bentuk eksploitasi terhadap anak merupakan pelanggaran serius dan harus ditindak secara hukum,” kata dia lebih lanjut.
Selain itu, Arifah Fauzi juga menekankan pentingnya peran keluarga dalam upaya pengasuhan, pengawasan, serta komunikasi positif untuk tumbuh kembang optimal anak agar mereka terlindungi dari risiko eksploitasi maupun kekerasan. Ia mengajak seluruh masyarakat untuk lebih waspada serta bersama-sama melawan segala bentuk kekerasan dan eksploitasi anak yang sering berkedok pekerjaan atau pelatihan, terutama di sektor-sektor rentan seperti hiburan, spa, dan pekerjaan rumah tangga.
Menteri PPPA juga mengimbau masyarakat untuk tidak ragu melaporkan bila mengalami, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Laporan dapat disampaikan melalui hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau WhatsApp 08111-129-129.
”Kemen PPPA akan terus memantau perkembangan kasus ini bersama aparat penegak hukum agar kejadian ini dapat segera diungkap seterang-terangnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku serta memastikan agar keluarga korban dapat segera mendapatkan keadilan dan kepastian hukum, sekaligus menjadi pelajaran bersama bagi seluruh pihak untuk memperkuat sistem perlindungan anak di Indonesia,” ujar dia.