Vendor Dinilai Gak Tepat Dijadikan Tersangka Kasus Korupsi BBM Pertamina

2 days ago 7

Rabu, 16 April 2025 - 17:23 WIB

Jakarta, VIVA – Penetapan tersangka terhadap salah satu vendor BBM dalam kasus dugaan korupsi pengolahan dan distribusi bahan bakar minyak dinilai tidak tepat dan salah sasaran.

Direktur Eksekutif Institut Kajian Hukum Progresif (IKHP) Tegar Putuhena mengatakan vendor tidak memiliki kapasitas pengambil keputusan dan hanya menjalankan perintah berdasarkan kontrak sah dengan PT Kilang Pertamina Internasional (KPI).

“Jika pelaksana teknis dijadikan tersangka tanpa bukti bahwa ia menyimpang dari kontrak atau bertindak di luar kewenangan, maka itu bertentangan dengan prinsip hukum pidana,” ujar Tegar, Rabua, 16 April 2025.

Tegar, yang juga seorang advokat, itu mengacu pada Pasal 183 KUHAP yang menyatakan bahwa seseorang hanya dapat dipidana jika kesalahannya terbukti secara sah dan meyakinkan.

“Kalau vendor hanya menjalankan tugas legal, bagaimana bisa dibuktikan ada unsur kesengajaan atau niat jahat (mens rea)?” ujarnya.

Tegar menerangkan, pelaksana teknis yang hanya menjalankan pekerjaan berdasarkan perintah resmi dari pemegang otoritas tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana, kecuali dapat dibuktikan bahwa mereka turut merancang atau menginisiasi perbuatan melawan hukum.

“Dalam struktur hukum pidana, pelaksana yang tunduk pada perintah sah tidak dapat dijadikan pelaku kejahatan,” ujarnya.

Hingga saat ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan sejumlah tersangka dalam perkara ini. Mereka antara lain berinisial MR, AW, dan IY dari pihak swasta, serta legal officer dan sejumlah pelaksana operasional vendor yang disebut terlibat dalam aktivitas distribusi dan blending BBM. Namun, sebagian tersangka disebut hanya berperan sebagai pelaksana teknis tanpa kewenangan kebijakan.

Tegar juga menekankan asas nullum delictum, nulla poena sine culpa, tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa kesalahan. “Pidana itu ultimum remedium. Kalau perkaranya administratif atau perdata, jangan dipaksakan jadi pidana.”

Blending BBM sendiri merupakan proses legal dan lazim dalam industri migas, sebagaimana diatur dalam UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas dan Permen ESDM No. 18 Tahun 2013. Proses ini bertujuan untuk meningkatkan mutu BBM agar sesuai standar nasional (SNI), dan bukan termasuk perbuatan melawan hukum.

Terakhir, Tegar mengingatkan bahwa jika penegakan hukum menyasar pihak yang bukan pengambil kebijakan, maka bukan hanya keadilan yang terganggu, tetapi juga kepastian hukum dan iklim usaha di sektor energi.

“Kepastian hukum yang terganggu juga akan berdampak pada kepastian investasi. Padahal, pemerintahan Prabowo sangat fokus pada sektor ekonomi dan investasi, serta sedang giat mencari investor untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi. Jangan sampai ketidakpastian hukum justru menghambat pembangunan ekonomi dan investasi,” katanya.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung menyatakan bahwa penyidikan tidak menyasar aktivitas blending BBM. “Jangan ada pemikiran bahwa seolah-olah minyak yang digunakan sekarang adalah minyak oplosan. Nah, itu enggak tepat,” ujar Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, beberapa waktu lalu.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung), Harli Siregar

Berkas Tersangka Eks Kades Kohod Dikembalikan ke Polisi, Ini Alasan Kejagung

Berdasarkan analisa dari jaksa dalam kasus ini bisa berpotensi ditemukan kerugian negara.

img_title

VIVA.co.id

16 April 2025

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |