Jakarta, VIVA – Anggota DPR RI Komisi X, Verrell Bramasta, menyampaikan kritik tajam terhadap kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang mengirim siswa ‘nakal’ ke barak militer.
Dalam video yang diunggah melalui akun TikTok resmi Partai Amanat Nasional (PAN), Sabtu 10 Mei 2025, Verrell awalnya mengapresiasi niat baik dari pemerintah daerah yang ingin menerapkan kedisiplinan terhadap pelajar bermasalah. Namun, ia menilai bahwa pendekatan militer bukanlah solusi yang tepat dan dapat membawa dampak negatif.
Verrell menekankan bahwa kenakalan remaja tidak bisa disederhanakan hanya sebagai akibat dari lemahnya disiplin. Ia menyoroti bahwa banyak faktor lain yang bisa melatarbelakangi perilaku menyimpang remaja, termasuk tekanan sosial, dinamika keluarga, dan masalah emosional yang tidak tertangani.
Sebanyak 39 siswa SMP nakal di Purwakarta dimasukan ke barak militer
Photo :
- Disdik Purwakarta
“Kita perlu tahu hal ini lebih mendalam. Dalam banyak kasus, perilaku menyimpang bukan hanya karena soal disiplin yang lemah. Tetapi bisa jadi adalah manifestasi dari dinamika keluarga, tekanan sosial, atau masalah emosional,” katanya, dikutip VIVA Selasa, 13 Mei 2025.
Menurut Verrell, mengandalkan pendekatan fisik melalui pendidikan militer tanpa menyentuh sisi psikologis dan spiritual hanya akan menghasilkan generasi muda yang “keras,” bukan “tangguh.”
“Saya rasa kita malah akan membentuk karakter anak-anak muda yang keras, bukan yang tangguh,” tegasnya.
Lebih lanjut, Verrell mengingatkan bahwa kebijakan semacam ini tidak memiliki dasar hukum dalam sistem pendidikan nasional. Ia merujuk pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang tidak mencantumkan pendidikan militer sebagai bentuk pembinaan pelajar.
“Undang-undang tidak mengatur atau mengharuskan siswa pindah ke barak militer sebagai bentuk edukasi,” kata pria 29 tahun itu.
Ia juga menyinggung UU Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014, yang menyebut bahwa anak yang menunjukkan perilaku menyimpang termasuk dalam kategori anak yang membutuhkan perlindungan khusus, dan penanganannya seharusnya dilakukan oleh lembaga sosial, konselor, dan pihak orang tua, bukan melalui instansi militer seperti TNI.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi meninjau pembinaan siswa nakal di Purwakarta
Sebagai penutup, Verrell mengajak semua pihak untuk berhati-hati dan bijak dalam menentukan metode pembinaan anak.
“Layaknya seorang dokter, kita perlu mendiagnosa akar permasalahan pasien sebelum menentukan metode pengobatan. Jangan sampai niat baik tidak selaras karena dengan cara yang tidak tepat,” tandasnya.
Halaman Selanjutnya
Lebih lanjut, Verrell mengingatkan bahwa kebijakan semacam ini tidak memiliki dasar hukum dalam sistem pendidikan nasional. Ia merujuk pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang tidak mencantumkan pendidikan militer sebagai bentuk pembinaan pelajar.