Manggarai Timur, VIVA – Seorang warga berinisial SB (37) dilaporkan meninggal dunia saat dirawat di RSUD Ruteng, Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Jumat, 24 Oktober 2025 pukul 22.00 WITA.
Video yang menunjukkan detik-detik terakhir SB beredar luas, memperlihatkan pasien yang gelisah dan kejang-kejang. Terdengar juga suara tangisan dari seorang wanita di dalam ruang isolasi tempat SB dirawat.
Kepala Desa Wejang Mawe Kecamatan Lamba Leda Timur, Manggarai Timur, Raimundus Sali, mengonfirmasi bahwa SB merupakan warganya meninggal dunia akibat rabies.
Ia menjelaskan, SB digigit oleh anjing peliharaannya pada 5 September 2025, namun korban tidak segera melaporkan kejadian tersebut ke puskesmas dan hanya membersihkan area luka gigitan dengan detergen.
"Gejala baru muncul sekarang sehingga keluarga membawanya ke rumah sakit Ruteng. Namun sayangnya, kurang dari 24 jam, pasien dinyatakan meninggal," ujar Kades Raimundus dikutip Minggu, 26 Oktober 2025.
Sementara itu, seorang petugas medis di RSUD Ruteng menyatakan bahwa korban dibawa ke rumah sakit pada pagi hari Sabtu, 24 Oktober 2026, dalam kondisi klinis yang sudah parah dengan gejala khas rabies, seperti gelisah, kesulitan bernapas, halusinasi, ketakutan terhadap angin dan cahaya, serta kejang-kejang disertai keluarnya banyak air liur.
"Pasien masuk dengan kondisi yang sangat serius seperti yang terlihat dalam video sebelum akhirnya mengalami koma dan meninggal," ungkap petugas medis tersebut.
Daging Anjing Rabies Dikonsumsi Bersama
Kepala Desa Wejang Mawe, Raimundus Sali mengungkapkan, setelah anjing peliharaan Safrianus Burin menggigit pada 5 September, anjing tersebut langsung dibunuh dan dagingnya dibagikan kepada belasan orang.
"Anjing yang terinfeksi rabies itu telah dimakan secara bersama-sama oleh sekitar 17 orang, termasuk tetangga dan anggota keluarga di rumah Safrianus sendiri," kata Raimundus.
Raimundus menambahkan bahwa langkah Pemdes adalah mendata semua warga yang telah mengonsumsi daging anjing tersebut. Nama 17 orang yang terlibat telah diserahkan ke Dinas Kesehatan untuk penanganan lebih lanjut.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai Timur, dr. Surip Tintin menjelaskan, mengonsumsi daging anjing tidak secara langsung menyebabkan penularan rabies, karena virus rabies biasanya menyebar melalui gigitan atau cakaran hewan yang terinfeksi, bukan melalui konsumsi daging.
Dia menambahkan bahwa daging anjing yang telah dimasak dipastikan aman dari rabies, karena virus tersebut akan mati pada suhu tinggi.
Namun, risiko penularan masih ada bagi mereka yang mengolah daging mentah anjing yang terinfeksi, terutama jika terdapat luka yang dapat terkontaminasi oleh air liur atau darah anjing yang terpapar virus rabies.
"Rabies tidak menular melalui makanan, tetapi melalui gigitan atau air liur hewan pembawa rabies yang mengandung virus. Daging anjing yang sudah dimasak akan membunuh virus tersebut. Yang berbahaya adalah orang yang mengolahnya," tambahnya.
"Atau memotong daging yang masih mentah berisiko terkontaminasi oleh air liur anjing," jelas Surip.
Mengenai warga yang mengonsumsi daging anjing yang terinfeksi rabies setelah menggigit SB, tidak perlu diberikan VAR. Namun, penting untuk mengetahui siapa yang pertama kali mengolah daging tersebut agar mereka bisa diberikan vaksin dan serum anti rabies.
“Yang memerlukan VAR adalah korban yang digigit serta pengolah daging anjing yang terinfeksi virus rabies. Besok, petugas Puskesmas Lawir akan mengambil VAR di gudang Borong dan selanjutnya akan diberikan kepada yang membutuhkan," tambahnya.
Ia berharap tidak ada warga lain yang menunjukkan gejala rabies seperti FB. Sebab, menurut Surip, jika gejala sudah muncul, pemberian VAR atau serum rabies sudah tidak efektif lagi.
Jika gigitan terjadi di daerah berisiko tinggi, seperti di wajah, telinga, atau kepala, maka VAR harus diberikan dalam waktu 24 jam. Sementara itu, gigitan di bawah area bahu masih memiliki waktu 24 jam pertama untuk mendapatkan vaksin di area luka.
Virus rabies, jelas Surip, bergerak perlahan melalui saraf hingga mencapai batang otak. Bahkan, orang yang digigit tidak merasakan gejala klinis hingga satu tahun kemudian, seperti yang terjadi pada salah satu kasus di Manggarai Timur.
“Rabies bergerak perlahan melalui saraf menuju otak. Ada laporan bahwa gejala baru muncul satu tahun setelah gigitan,” tambah Surip.
Surip mencatat ada 10 korban meninggal dunia dalam 3 tahun akibat rabies. Kematian korban SB dari Uwu Desa Wejang Mawe adalah korban terbaru.
“Tahun 2023 tercatat 2 kasus kematian, kemudian tahun 2024 ada 4 kasus, dan tahun 2025 juga 4 kasus kematian. Untuk kasus di Manggarai Timur, rata-rata pasien meninggal sekitar 2 bulan setelah digigit,” katanya.
Laporan Jo Kenaru/tvOne NTT

4 hours ago
4









