Advokat Koreksi Draf Vonis Lepas Kasus Korupsi Minyak Goreng Sebelum Sidang

8 hours ago 1

Selasa, 22 April 2025 - 08:48 WIB

Jakarta, VIVA — Kejaksaan Agung mengungkap temuan mengejutkan dalam kasus dugaan rekayasa vonis lepas terhadap perkara korupsi ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng. Salah satu poin yang mencengangkan adalah keberadaan draf putusan pengadilan yang disebut sempat diberikan kepada pihak terdakwa dan bahkan dikoreksi oleh tim kuasa hukum sebelum dibacakan di persidangan.

Hal itu diungkapkan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, dalam konferensi pers yang digelar di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Selasa 22 April 2025.

Menurut Qohar, informasi tersebut bersumber dari keterangan saksi dalam proses penyidikan yang menyebut bahwa Wahyu Gunawan (WS), panitera Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, menyerahkan draft putusan kepada salah satu tersangka yang juga advokat, Marcella Santoso (MS).

“Dalam salah satu keterangan saksi disebutkan bahwa beberapa waktu sebelum putusan dibacakan dalam sidang, WS selaku panitera menyerahkan draf putusan kepada tersangka,” ujar Qohar.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar

Photo :

  • VIVA.co.id/Andrew Tito

Lebih lanjut, draf putusan tersebut disebut telah dikoreksi oleh MS sesuai dengan “pesanan” atau arahan tertentu sebelum akhirnya dikembalikan ke pihak pengadilan. Proses ini diduga menjadi bagian dari skenario manipulasi putusan hukum.

Namun, dalam proses penyidikan, baik MS maupun Junaedi Saibih (JS) yang juga merupakan kuasa hukum terdakwa dalam kasus CPO membantah keterlibatan mereka dalam revisi tersebut. “Dalam fakta penyidikan, kedua tersangka itu tidak mengakui dan justru mengingkari peran mereka, meskipun ada indikasi kuat bahwa mereka berperan aktif dalam penyesuaian isi putusan,” tambah Qohar.

Atas temuan ini, Kejaksaan Agung menilai bahwa tindakan menyerahkan dan mengoreksi draf putusan sebelum persidangan dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang mengarah pada perusakan barang bukti dan pemberian keterangan palsu dalam proses penyidikan tindak pidana korupsi.

“Hal tersebut memenuhi unsur kesengajaan dalam merusak alat bukti dan juga memberikan informasi palsu atau tidak benar selama proses hukum berlangsung,” tegas Qohar.

Selain MS dan JS, Kejaksaan Agung juga menetapkan total delapan tersangka dalam kasus dugaan rekayasa vonis ini. Di antaranya adalah Wahyu Gunawan (panitera), Muhammad Arif Nuryanto (MAN) selaku Ketua PN Jakarta Selatan, dan hakim Djuyamto (DJU) yang menjabat sebagai ketua majelis hakim dalam perkara tersebut.

Kasus korupsi ekspor CPO ini merupakan salah satu skandal besar yang menyeret banyak pihak, termasuk pengusaha, pejabat kementerian, dan kini sejumlah aparat peradilan. Perkara ini bermula dari dugaan penyalahgunaan kebijakan ekspor minyak sawit mentah di tengah krisis minyak goreng yang melanda Indonesia pada tahun 2022–2023. Negara diduga mengalami kerugian besar akibat praktik mafia ekspor yang justru memperparah kelangkaan dan melonjaknya harga minyak goreng di dalam negeri.

Dengan munculnya skandal vonis pesanan ini, publik dikejutkan oleh adanya indikasi kolusi antara aparat penegak hukum dan pihak terdakwa. Hal ini tidak hanya menambah panjang daftar persoalan dalam sistem peradilan, tetapi juga memperparah krisis kepercayaan publik terhadap lembaga hukum di Indonesia.

Sejumlah lembaga antikorupsi dan pengamat hukum menyuarakan keprihatinan mendalam atas kasus ini. Mereka menilai kejadian ini sebagai bentuk “judicial corruption” atau korupsi yudisial, yang dampaknya sangat serius karena merusak pilar utama keadilan.

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), dalam pernyataan terpisah, menuntut agar Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial mengambil tindakan tegas terhadap para hakim dan pejabat pengadilan yang terlibat. “Kasus ini tidak boleh berhenti di Kejagung saja. Harus ada pembersihan menyeluruh dalam tubuh peradilan,” ujar perwakilan ICW.

Halaman Selanjutnya

“Hal tersebut memenuhi unsur kesengajaan dalam merusak alat bukti dan juga memberikan informasi palsu atau tidak benar selama proses hukum berlangsung,” tegas Qohar.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |