Jakarta, VIVA – Mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, mengungkap sebanyak 1,8 juta anak Indonesia putus sekolah setiap tahun. Menurutnya, angka ini menggambarkan kegagalan negara dalam memastikan hak pendidikan bagi seluruh warga.
Anies mengatakan, pembahasan soal pendidikan di Indonesia selama ini terlalu fokus pada mereka yang sudah berada di dalam sistem sekolah. Padahal, jutaan anak lain tertinggal di luar sistem dan tidak mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar.
“Hari ini kita bicara pendidikan, tapi yang dibicarakan selalu yang sudah di dalam sekolah. Lah, yang di luar sekolah bagaimana? Yang tidak sempat masuk sekolah tidak pernah kita bicarakan,” ujar Anies di Semarang, dikutip dari YouTube Gerakan Rakyat Senin, 13 Oktober 2025.
Ilustrasi sekolah.
Photo :
- VIVA/ Andrew Tito
Kemudian, ia memaparkan data yang dinilai cukup mengkhawatirkan. Dari sekitar 5,6 juta anak yang masuk SD kelas 1, hanya 3,6 juta yang berhasil menamatkan SMA. Artinya, kata dia, ada sekitar 1,8 juta anak per angkatan yang ‘hilang di jalan’ atau tidak melanjutkan sekolah hingga tuntas.
“Kalau dikalikan selama 10 tahun, berarti ada 18 juta anak yang terlantar secara pendidikan. Mereka pernah sekolah, tapi tidak pernah lulus SMA,” kata dia.
Anies menjelaskan, fenomena ini memiliki dampak jangka panjang terhadap ketimpangan sosial dan kemiskinan struktural di Indonesia. Banyak dari anak-anak yang putus sekolah akhirnya kesulitan mencari pekerjaan karena tidak memiliki ijazah.
“Jadi kalau didiamkan ini maka kita akan terus menerus, tiap tahun ada 1,8 juta orang tersingkir, yang mau daftar jadi officeboy aja gak bisa karena tidak punya ijazah SMA, jadi yang miskin itu memang menurun karena menurun ke anaknya,” sindir Anies.
Lebih jauh, Anies menilai bahwa negara memiliki tanggung jawab moral untuk menyelesaikan persoalan ini. Ia menekankan perlunya kebijakan yang menyambungkan antara masalah nyata di lapangan dengan solusi yang konkret.
“Jadi maslah-masalah ini di depan mata, maka langkah yang harus dilakukan Adalah langkah yang nyambung antara masalah dengan solusi, jangan mengerjakan hal-hal yang tidak menyelesaikan masalah ini, kalau tidak, apa kemudian tanggung jawab moral dari negara?,” ucapnya.
Halaman Selanjutnya
Anies juga menyinggung kecenderungan pemerintah yang kerap mengambil kebijakan populer tetapi tidak menyentuh akar masalah. Ia mengkritik praktik politik yang hanya mengejar dukungan elektoral tanpa benar-benar berorientasi pada perbaikan kualitas hidup rakyat.