Washington DC, VIVA – Penelitian terbaru mengungkap bahwa seperempat negara di dunia terlibat dalam aksi represi lintas negara, yaitu upaya membungkam para pembangkang politik yang hidup di luar negeri.
Seperti dilansir The Guardian, Sabtu 17 Mei 2025, organisasi nirlaba asal Washington DC, Freedom House, mencatat telah terjadi 1.219 insiden represi lintas negara yang dilakukan oleh 48 pemerintah di 103 negara antara tahun 2014 hingga 2024.
Namun, hanya beberapa negara saja yang menyumbang sebagian besar serangan fisik terhadap para pembangkang tersebut. China menempati posisi teratas sebagai pelaku terbanyak, dengan 272 insiden atau 22% dari seluruh kasus yang tercatat. Negara lain yang juga masuk dalam daftar pelaku terburuk adalah Rusia, Turki, dan Mesir.
Aksi Represi yang Mengguncang Dunia
Beberapa kasus paling mencolok dalam represi lintas negara ini antara lain pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi oleh regu pembunuh di Konsulat Arab Saudi di Istanbul pada 2018. Presiden Rusia Vladimir Putin juga diketahui menargetkan lawan-lawan politiknya di Inggris, termasuk kasus keracunan radioaktif terhadap pembangkang Rusia Alexander Litvinenko pada 2006. Setelah itu, terjadi lebih dari selusin kematian mencurigakan warga Rusia di tanah Inggris yang diduga terkait Kremlin.
“Hal ini terjadi bahkan di negara-negara demokrasi,” kata Yana Gorokhovskaia, Direktur Riset Freedom House, kepada The Guardian. “Setiap tahun kami mendokumentasikan kasus-kasus seperti ini di negara-negara seperti Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Prancis, Jerman, dan Swedia. Ini mungkin mengejutkan banyak orang karena ada anggapan bahwa negara demokrasi aman dari jangkauan tangan otoriter.”
Polisi menembaki dan menangkap pengunjuk rasa selama protes di Shanghai China
Iran, Saudi, hingga Ancaman terhadap Wartawan
Iran juga masuk dalam 10 besar negara pelaku, dengan 47 kasus yang tercatat selama periode penelitian. Beberapa dari kasus ini bahkan sudah terungkap ke publik dalam beberapa tahun terakhir.
Tahun 2023, misalnya, jurnalis di kanal berita BBC Persian menjadi sasaran pesan-pesan penghinaan dan ancaman kekerasan seksual. Pada Maret 2024, seorang presenter di saluran berita berbahasa Farsi, Iran International, ditikam di depan rumahnya di Wimbledon, London Selatan.
Umat Muslim Jadi Kelompok Paling Rentan
Aksi kemanusian untuk muslim Uighur. (Foto ilustrasi).
Photo :
- ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Muslim menjadi kelompok yang paling banyak menjadi korban represi lintas negara, mencakup 64% dari seluruh insiden yang tercatat.
Etnis Uighur, kelompok Muslim dari wilayah barat laut Tiongkok yang mengalami berbagai pelanggaran HAM berat di dalam negeri, juga menjadi sasaran pengawasan ketat, ancaman, dan intimidasi oleh pemerintah Tiongkok, bahkan saat mereka berada di luar negeri.
“Orang-orang Uighur tidak perlu menjadi aktivis untuk menjadi target. Hanya karena mereka bagian dari kelompok yang dianggap ‘bermasalah’, mereka langsung jadi sasaran,” jelas Gorokhovskaia.
Pada 2022, para ahli keamanan siber mengungkap kampanye spyware yang menyamar sebagai aplikasi Android, termasuk aplikasi pesan, yang ternyata digunakan untuk memata-matai orang Uighur. Mahasiswa Tiongkok di luar negeri, termasuk di Inggris, juga melaporkan bahwa mereka diawasi dan bahkan diikuti.
Polisi Rahasia Tiongkok Diduga Beroperasi di Negara Lain
Polisi China melakukan patroli dengan helm pendeteksi suhu tubuh manusia.
China juga dituduh menjalankan pos polisi rahasia di berbagai belahan dunia untuk memantau dan menekan pihak-pihak yang dianggap menentang Partai Komunis. Pada 2023, otoritas AS menemukan kantor polisi ilegal asal Tiongkok di New York. Selain Uighur, pemerintah China juga diketahui menargetkan warga Tibet dan Hong Kong.
“Kami kesulitan mengikuti seberapa luas dan besarnya tindakan yang dilakukan oleh Republik Rakyat Tiongkok. Mereka ada di mana-mana: di kampus, di media sosial, lewat komunikasi online, bahkan lewat ancaman terhadap keluarga para pembangkang,” kata Gorokhovskaia. “Mereka juga aktif memperluas perjanjian ekstradisi ke berbagai negara.”
Wartawan Jadi Target Utama
Wartawan menjadi salah satu kelompok paling rentan terhadap represi lintas negara. Sejak 2014, setidaknya 26 pemerintah tercatat telah melakukan 124 insiden represi terhadap jurnalis di pengasingan, menunjukkan ancaman nyata terhadap kebebasan pers secara global.
Freedom House mendokumentasikan kasus-kasus ini menggunakan informasi publik yang bisa diverifikasi, seperti laporan media, laporan LSM, laporan PBB, hingga laporan-laporan dari masyarakat sipil. Namun, mereka mengakui bahwa sebagian besar kasus tidak pernah dilaporkan, karena korban merasa terintimidasi dan memilih diam demi keselamatan.
“Tujuan utama represi lintas negara adalah untuk membungkam kritik, menakut-nakuti, dan menghentikan segala bentuk aktivisme,” kata Gorokhovskaia. “Banyak orang akhirnya memilih untuk menyensor diri sendiri demi keselamatan pribadi atau keluarga mereka.”
Halaman Selanjutnya
Iran, Saudi, hingga Ancaman terhadap Wartawan